Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"Sumur Tanpa Dasar": Dari Kekayaan ke Kekosongan, dari Hidup ke Kehampaan

22 Juni 2025   13:42 Diperbarui: 22 Juni 2025   18:57 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Kekayaan bisa mengisi rumah, tapi tak selalu memenuhi jiwa." (dok. Agepe)

Arifin C. Noer dengan cermat menggambarkan kekayaan sebagai pedang bermata dua: di satu sisi ia menjanjikan rasa aman, di sisi lain ia menciptakan kecemasan yang membelenggu. Karakter Jumena dibentuk dari trauma kemiskinan masa lalu, yang kemudian melahirkan ketamakan dan sikap pencuriga.

Kritik elegan Arifin tertuju pada anggapan keliru masyarakat modern yang memosisikan kekayaan sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan. Ia tidak menggurui, namun melalui runtuhnya kehidupan batin Jumena, penonton diajak menyelami kedalaman pertanyaan eksistensial yang jarang terucap.

2. Eksperimen Teater yang Menjembatani Tradisi dan Modernitas

Kekuatan Sumur Tanpa Dasar tidak hanya terletak pada ceritanya, tetapi juga dalam bentuk penyajiannya. Arifin menyuntikkan elemen lenong Betawi dan tarling Cirebon ke dalam struktur drama modern. Gabungan simbolisme, realisme, dan unsur teatrikal rakyat menjadikan lakon ini unik secara estetik dan filosofis.

Dentang lonceng raksasa, kabut, dan bayang maut menjadi metafora yang menghidupkan rasa misteri. Simbolisasi waktu, misteri, dan kematian menjadi latar yang melampaui realitas panggung. Teknik ini menghadirkan nuansa kontemplatif yang sulit dilupakan.

Dalam konteks pendidikan dan pentas mahasiswa, pendekatan seperti ini sangat mendidik: tidak hanya melatih peran, tetapi mengajarkan eksplorasi makna di balik kata dan adegan. Ini pula yang menjadikan pengalaman 1990 itu begitu membekas.

3. Spiritualitas yang Terabaikan: Jalan Pulang yang Terlambat

Abdul Hadi WM menyebut bahwa judul Sumur Tanpa Dasar adalah simbol dari pencarian makna hidup yang sia-sia. Jumena, meski sukses, tidak mampu menggali makna sejati dari kehidupannya karena tercerabut dari akar spiritualitas.

Kematian yang hadir di akhir cerita bukanlah sekadar fisikal, tetapi kematian spiritual yang mendahului jasad. Ketika tokoh utama kehilangan relasi dengan Tuhan dan sesama manusia, ia sejatinya telah mati lama sebelum napasnya berhenti.

Solusi yang ditawarkan Arifin tidak eksplisit, namun terang: hanya dengan kembali pada nilai-nilai agama dan kemanusiaan, manusia bisa keluar dari jurang kekosongan. Ini menjadikan lakon ini bukan sekadar kritik, tetapi ajakan untuk pulang ke jati diri.

4. Kritik Sosial terhadap Hedonisme dan Individualisme

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun