Solusi elegannya adalah menerapkan sistem tarif denda progresif bagi pelanggar dan mewajibkan asuransi kerusakan infrastruktur oleh pengusaha angkutan barang. Selain itu, penyusunan ulang desain jalan perlu mempertimbangkan moda logistik nasional agar beban distribusi tidak hanya bertumpu pada truk.
3. Sopir Terjepit di Tengah Sistem
Aksi ribuan sopir truk yang memblokade jalan pada 19 Juni 2025 menunjukkan adanya kegagapan struktural. Mereka bukan menolak keselamatan, melainkan mempertanyakan keadilan sistem. Sopir seringkali tidak punya pilihan, ditekan oleh pemilik truk yang mengejar profit maksimal. Mereka menjadi "kambing hitam" regulasi, sementara aktor dominan di balik ODOL tetap bebas.
Di sinilah kebijakan Zero ODOL harus menjamin keadilan vertikal: tidak hanya menindak sopir, tetapi menjerat pemilik usaha angkutan yang menyuruh melanggar. Tanpa ini, kebijakan hanya akan jadi alat penindasan baru bagi kelas pekerja jalanan.
Solusi konkret adalah reformasi tata kelola logistik melalui sistem pemantauan digital yang transparan dari gudang ke jalan, serta penyediaan hotline pengaduan bagi sopir yang dipaksa melanggar. Pemerintah juga perlu menyertakan serikat sopir dalam pembahasan kebijakan agar suara lapangan tidak tersisih.
4. Roadmap yang Masih Kabur
Meski Presiden telah menyetujui percepatan Zero ODOL, banyak pihak mempertanyakan kesiapan implementasi. Belum adanya roadmap teknis yang jelas, terutama terkait konversi armada, sistem insentif, dan tahapan sanksi, bisa menimbulkan efek domino yang merugikan pelaku usaha kecil dan menengah.
Kritik utama terletak pada minimnya sosialisasi dan komunikasi publik. Pelaku usaha butuh kepastian: berapa biaya konversi truk, berapa lama masa transisi, dan seperti apa bentuk insentif yang dijanjikan? Tanpa ini, akan muncul persepsi ketidakadilan dan potensi sabotase regulasi.
Solusinya adalah membentuk satuan tugas lintas sektor untuk menyusun peta jalan Zero ODOL dengan partisipasi aktif asosiasi logistik, akademisi, dan masyarakat sipil. Roadmap harus disertai fase pilot project di beberapa provinsi sebagai bukti kelayakan.
5. Dari Regulasi Menuju Revolusi Etika Transportasi
Zero ODOL bukan sekadar kebijakan teknis, tetapi titik tolak revolusi etika transportasi nasional. Masyarakat Indonesia selama ini cenderung permisif terhadap pelanggaran "kecil" demi efisiensi. Ini harus diubah. Keamanan jalan harus jadi nilai bersama.
Namun, perubahan nilai tidak bisa dicapai dengan sanksi semata. Pendidikan lalu lintas harus dimulai sejak dini di sekolah, dan kampanye publik besar-besaran harus menyasar semua pihak: dari pengusaha, sopir, hingga penumpang.
Solusi jangka panjang adalah menyinergikan pendidikan karakter transportasi dengan kurikulum kewarganegaraan, serta menayangkan konten edukatif melalui media massa dan digital yang menyentuh aspek moral, bukan sekadar prosedural.