Cadangan Beras dan Jagung Tertinggi Sepanjang Sejarah, Kok Harga Masih Tinggi?
"Yang penting adalah kebijakan-kebijakan yang kita ambil adalah kebijakan-kebijakan yang masuk akal." --- Prabowo Subianto
Oleh Karnita
Pendahuluan
Enam bulan masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ditandai dengan kabar menggembirakan: Indonesia diklaim telah mencetak sejarah baru dalam hal ketahanan pangan. Dalam pidatonya pada Konvensi dan Pameran ke-49 Indonesian Petroleum Association (IPA) di ICE BSD, Tangerang, Selasa 21 Mei 2025, Prabowo menyebut bahwa cadangan beras dan jagung nasional mencapai level tertinggi sepanjang sejarah negeri ini (Republika, 21/5/2025).
Presiden menyampaikan dengan penuh semangat bahwa produksi pangan nasional telah melampaui ekspektasi. Klaim tersebut didukung oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat produksi beras semester pertama 2025 mencapai 18,76 juta ton---naik lebih dari 11 persen dibanding tahun lalu. Produksi jagung bahkan melonjak hingga 39 persen.
Namun, yang menarik untuk dicermati adalah: jika produksi dan stok pangan nasional melimpah, mengapa harga di pasar masih terasa berat di kantong rakyat? Di sinilah urgensi meninjau ulang bukan hanya kuantitas, tetapi bagaimana kebijakan tersebut diterjemahkan menjadi daya beli yang adil dan merata.
1. Paradoks Stok Melimpah, Harga Tak Menyapa
"Produksi melampaui target dan perkiraan kita sendiri."Â --- Prabowo Subianto
Presiden Prabowo dengan penuh semangat menyampaikan bahwa capaian produksi pangan nasional telah melampaui ekspektasi. Klaim tersebut didukung oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat produksi beras semester pertama 2025 mencapai 18,76 juta ton---naik lebih dari 11 persen dibanding tahun lalu. Produksi jagung pun melambung hingga 39 persen.