“Jangan kendor! Karena perubahan tak lahir dari keraguan.” --- Dedi Mulyadi
Permintaan maaf bukan tanda menyerah. Itu hanya refleksi bahwa kepemimpinan butuh empati. Tapi di balik empati itu, ada tekad yang tetap membara. Dedi Mulyadi memilih untuk tetap melaju, memperjuangkan hak-hak warga, dan menertibkan penyimpangan.
Tak semua orang siap dengan perubahan. Apalagi jika perubahan itu memotong kenyamanan kelompok tertentu. Tapi selama rakyat kecil merasakan manfaat, maka itu adalah keberhasilan.
Gubernur Jawa Barat ini sedang menunjukkan bahwa menjadi pemimpin bukan soal menyenangkan semua pihak. Tapi soal menyelaraskan keberanian dan pelayanan. Dan dalam soal itu, ia sedang membuktikan bahwa tak semua pemimpin harus lunak agar dianggap bijak.
Penutup
Kita tentu tidak butuh pemimpin yang sempurna. Tapi kita butuh pemimpin yang hadir, tangguh, dan tak goyah ketika menerapkan keadilan. Dalam pusaran kritik dan tekanan, Dedi Mulyadi tetap jadi simbol keberanian yang dibungkus kesantunan.
Jadi, pertanyaannya kini bukan apakah Dedi salah atau benar. Tapi: apakah kita siap berdiri di belakang pemimpin yang tak hanya bicara, tapi juga bertindak? Wallahu a'lam.
Sumber:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI