Menertibkan premanisme bukan tindakan sewenang-wenang. Justru inilah bentuk pelayanan nyata dari seorang pemimpin. Ketegasan tidak harus frontal, tapi bisa elegan lewat koordinasi dan komunikasi yang sehat antarlembaga.
4. Rakyat Tak Butuh Pemimpin yang Aman-Aman Saja
"Pemimpin sejati hadir bukan untuk menyenangkan semua pihak, tapi melindungi yang paling lemah." --- Gus Mus
Sering kali pemimpin terjebak dalam dilema: antara menjaga citra atau memperjuangkan rakyat. Dedi Mulyadi memilih jalan kedua. Ia sadar bahwa sikapnya tidak akan menyenangkan semua pihak, tapi ia tahu bahwa keberpihakannya jelas: pada rakyat.
Jika seorang pemimpin selalu memilih jalan aman, maka kebijakan strategis hanya akan menjadi wacana. Rakyat butuh sosok yang hadir di tengah masalah, bukan di belakang meja birokrasi. Selama ini, langkah Dedi dalam menangani keluhan warga menunjukkan komitmen itu.
Gugatan terhadap kebijakannya tidak sebanding dengan banyaknya apresiasi dari warga yang merasa didengar dan dibantu langsung. Dalam dunia publik yang bising dan penuh konflik kepentingan, sikap lantang dan cepat justru menjadi nilai jual yang langka.
5. Kritik Sehat, Tapi Jangan Dibelokkan
"Kritik harus jernih, bukan alat sabotase politik." --- Yenny Wahid
Dalam demokrasi, kritik itu penting. Tapi belakangan, sebagian kritik kepada Dedi terlihat punya agenda ganda. Ada yang menyasar substansi, tapi tak sedikit yang memelintir narasi untuk menjatuhkan karakter.
Kritik terhadap pembentukan Satgas misalnya, bisa jadi relevan jika dilihat dari sisi prosedural. Namun jika ujungnya menyerang secara pribadi, maka publik juga berhak curiga akan motivasi di baliknya. Dedi menunjukkan kedewasaan dengan tetap membuka ruang dialog.
Kita perlu membedakan antara kritik membangun dan nyinyiran politik. Rakyat berhak tahu kapan pemimpinnya keliru, tapi juga harus sadar kapan pemimpinnya sedang diserang demi kepentingan tersembunyi.