Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seabad Pram: Jejak Langkah dalam Cermin Sejarah Bangsa

20 Maret 2025   23:23 Diperbarui: 20 Maret 2025   23:23 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Novel Ketiga Tetralogi Pulau Buru, Jejak Lagkah, Pramoedya (Sumber: Freepik)

Gaya Pram ini membuat saya merasa dekat dengan tokohnya. Minke bukan hanya karakter, tapi terasa seperti teman yang sedang curhat sambil berjalan menyusuri jalan berdebu. Bahasa yang hidup ini adalah kekuatan utama Pram, yang membuat sejarah terasa intim, dan perjuangan menjadi milik bersama.

Relevansi yang Tak Pernah Padam

Gambar: Pramoedya, jejak sang humanis (Sumber: Freepik)
Gambar: Pramoedya, jejak sang humanis (Sumber: Freepik)

Yang paling menggetarkan dari Jejak Langkah adalah kenyataan bahwa meski ditulis bertahun lalu, ia masih sangat relevan hari ini. Persoalan media, identitas, pengkhianatan elite, hingga kesepian para pejuang masih terasa nyata. Membaca novel ini seperti membuka jendela untuk melihat masa lalu, dan dalam pantulan kacanya, kita melihat wajah hari ini.

Pram mengingatkan kita bahwa sejarah bukan sekadar catatan, tapi juga peringatan. Kalau kita tak belajar dari masa lalu, maka kita hanya akan mengulang luka yang sama. Maka Jejak Langkah bukan hanya novel, tapi semacam warisan moral bagi bangsa ini.

Penutup: Menyambung Jejak yang Terputus

Ketika saya menutup novel ini, ada perasaan haru yang tak bisa dijelaskan. Seolah saya baru saja melepas tangan seorang sahabat yang harus berjalan sendiri ke tempat yang jauh. Tapi Pram tak ingin kita sekadar bersedih. Ia ingin kita menyambung jejak Minke, meneruskan langkah yang dulu sempat terputus oleh kekuasaan yang membungkam.

Maka membaca Jejak Langkah bukan hanya pengalaman sastra, tapi juga panggilan moral. Ia mengajak kita untuk menulis sejarah baru dengan kesadaran, keberanian, dan cinta pada tanah air. Dan seperti Minke, mungkin kita tak selalu menang. Tapi setidaknya kita tak berhenti melangkah. Wallahu a’lam.

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Jejak_Langkah_(novel)

https://www.kompasiana.com/nuningsapta1219/67a55082ed64153e7e6d43d2/mengungkap-makna-jejak-langkah-kisah-perjuangan-yang-menginspirasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun