Dalam dua dekade terakhir, perkembangan teknologi digital telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk pola hidup anak-anak. Dulu, masa kecil identik dengan aktivitas fisik di luar rumah, bermain bersama teman, berinteraksi langsung, dan menjalin hubungan sosial secara nyata. Kini, layar gawai menjadi teman akrab anak-anak sejak usia dini. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget dibandingkan dengan interaksi sosial tatap muka, bahkan sejak balita. Fenomena ini bukan lagi sekadar tren, melainkan telah menjadi pola hidup baru yang membawa konsekuensi jangka panjang.
Salah satu dampak terbesar dari perubahan ini adalah pergeseran cara anak-anak belajar, berkomunikasi, dan membangun identitas diri. Di ruang digital, anak-anak memiliki akses tak terbatas terhadap informasi, hiburan, dan berbagai platform media sosial. Di satu sisi, hal ini membuka peluang besar untuk tumbuhnya kreativitas dan pengetahuan. Namun di sisi lain, tanpa pendampingan dan arahan yang memadai, anak bisa terpapar konten negatif, informasi palsu, atau bahkan membentuk karakter yang lemah karena kurangnya interaksi sosial yang mendalam.
Kehadiran teknologi juga mengubah hubungan anak dengan keluarga. Banyak orang tua yang merasa "dekat secara fisik tapi jauh secara emosional" dari anak-anak mereka. Momen makan malam keluarga yang dulu penuh cerita kini tergantikan dengan keheningan akibat masing-masing sibuk dengan gawainya. Ini menunjukkan bahwa kecanggihan teknologi tidak selalu sejalan dengan kedekatan emosional. Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi sangat penting untuk menyeimbangkan kecerdasan digital dengan kecerdasan emosional dan sosial.
Selain itu, gaya hidup digital juga mengubah cara anak menghadapi konflik, kegagalan, dan tekanan sosial. Anak-anak yang terbiasa mendapatkan kepuasan instan melalui permainan digital atau media sosial cenderung memiliki toleransi rendah terhadap frustrasi. Hal ini bisa berdampak pada pembentukan karakter seperti ketahanan mental, kesabaran, dan tanggung jawab. Tanpa latihan karakter yang konsisten di rumah dan sekolah, anak-anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang rentan secara emosional dan tidak siap menghadapi tantangan nyata di kehidupan sosial.
Menyadari realitas ini, para pendidik dan orang tua perlu melakukan adaptasi pendekatan dalam mendidik anak. Pola asuh dan pendidikan tidak bisa lagi menggunakan metode lama sepenuhnya, karena konteks kehidupan anak sudah berubah drastis. Pendekatan yang integratif menggabungkan literasi digital, penguatan nilai, dan pembentukan karakter adalah kunci utama agar anak-anak tetap bisa tumbuh sebagai pribadi yang utuh: cerdas secara teknologi, matang secara emosi, dan tangguh secara moral.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI