Tingginya angka pengangguran memiliki dampak sosial dan ekonomi, seperti meningkatnya kemiskinan, ketimpangan sosial, dan potensi ketidakstabilan sosial. Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam memanfaatkan bonus demografi jika tidak mampu menyerap tenaga kerja muda secara optimal.
Kesenjangan Antara Sekolah dan Dunia Kerja
Salah satu masalah yang cukup mendasar adalah gap antara dunia pendidikan dan dunia industri. Menurut data BPS Dari hasil Sakernas Februari 2025 yang tertuang dalam Berita Resmi Statistik Nomor 44/05/Th. XXVIII tersebut, TPT lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) menjadi yang paling tinggi, yaitu mencapai 8 persen. Sementara TPT yang paling rendah adalah tamatan sekolah dasar (SD) ke bawah, yaitu 2,32 persen. BPS juga melaporkan distribusi pengangguran menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada Februari 2025. Distribusi pengangguran didominasi oleh lulusan SMA, yaitu sebesar 28,01 persen, sedangkan yang terendah adalah tamatan Diploma I, II, dan III, yaitu 2,44 persen. Dari data tersebut bisa dilihat bahwa pengangguran di Indonesia di dominasi oleh lulusan SMA/SMK sederajat yang masih mencari pekerjaan, sementara untuk beberapa orang yang sudah melalui jenjang pendidikan lebih tinggi memiliki jaminan yang lebih pasti dalam mendapatkan pekerjaan.
Banyak dari kita diajari berbagai teori hingga sejarah yang sangat dalam, tapi begitu lulus, perusahaan mencari orang yang bisa langsung bekerja, bisa berpikir kritis, bisa komunikasi, bisa multitasking, dan berpenampilan menarik.
Pertanyaannya, apakah kita sudah cukup dibekali dengan keterampilan seperti itu?
Saya rasa, Tidak  juga.
Di satu sisi, dunia kerja saat ini juga berubah sangat cepat. Banyak pekerjaan yang dulu dianggap "pasti ada", sekarang hilang karena otomatisasi dan teknologi. Bahkan beberapa posisi sekarang sudah banyak yang mulai digantikan oleh AI, aplikasi, atau robot. Jadi, bukan hanya persaingan antar generasi saja yang membuat lapangan kerja kini kian menipis, kita juga bersaing dengan perkembangan mesin dan teknologi yang semakin pesat.
Tidak Cukup Sekadar Ijazah
Ini menyadarkan saya bahwa ijazah memang penting, tapi tidak cukup. Dunia kerja tidak hanya melihat lulusan dari mana dan IPK berapa, tapi juga "bisa apa kamu dalam bidang ini?"
Itu sebabnya, sekarang mulai banyak anak muda yang memilih belajar mandiri melalui kursus daring---baik gratis maupun berbayar. Kita bisa belajar desain, coding, bahkan membangun bisnis hanya dari internet. Tapi ya, tetap butuh niat dan konsistensi, karena di dunia ini tidak ada yang instan.
Â
Jalan Lain: Wirausaha dan Kreativitas Digital
Tidak sedikit anak muda yang lebih memilih jalan wirausaha, entah dengan berjualan online, buka jasa freelance, atau membuat konten di media sosial. Di era sekarang, ini bukan pilihan yang buruk. Bahkan bisa jadi lebih fleksibel dan menjanjikan.
Tapi tentu saja, tidak semua orang cocok jadi pengusaha atau seorang content creator. Risiko dan tantangannya juga besar dan banyak saingannya. Tapi setidaknya, ini adalah beberapa opsi yang layak dipertimbangkan, terutama di saat lowongan kerja formal sedang terbatas.