Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengembalikan Koperasi pada Jati Dirinya

12 Juli 2020   14:13 Diperbarui: 13 Juli 2020   07:50 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pramuniaga menata barang dagangan di Tomira (toko milik rakyat) di Jalan Wates, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, Rabu (29/3/2017). Toko retail modern itu dikelola oleh koperasi dan menghadirkan ruang pajang bagi berbagai produk lokal Kulon Progo.(KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Kalau belakangan ini kita menyimak pemberitaan tentang koperasi, maka yang marak diberitakan adalah kasus-kasus hukum yang menyeret koperasi.

Kasus yang paling aktual menyangkut KSP Indosurya Cipta, yang mengalami gagal bayar dalam jumlah yang sangat fantastik, Rp. 10 triliun. Kasus yang hampir sama dialami oleh KSP Pandawa beberapa waktu yang lalu.

Kasus Indosurya Cipta dan Pandawa serta beberapa lainnya terkait dengan uang nasabah. Koperasi-koperasi itu menghimpun dana masyarakat dengan iming-iming suku bunga simpanan yang tinggi (sangat tinggi).

Tingkat bunga simpanan yang sangat tinggi, barangkali menjadi titik pangkal persoalan yang kemudian bermuara kepada kondisi gagal bayar.

Sementara itu beberapa KSP lain, tersandung masalah hukum akibat penyalahgunaan uang negara. Koperasi-koperasi ini menerima kucuran dana bergulir dari LPDB untuk disalurkan kepada anggotanya. Kegagalan menarik kembali dana yang disalurkan kepada "anggota", kemudian berujung kepada masalah hukum.

Pemberitaan tentang koperasi memang lebih didominasi oleh hal-hal buruk yang terjadi di dunia perkoperasian, termasuk masalah-masalah hukum yang menyeret beberapa koperasi.

Kalau berbicara tentang masalah hukum yang menyeret koperasi, maka kita bisa melihat perbedaan yang mencolok antara kasus-kasus yang terjadi sebelum tahun 2000-an dan kasus-kasus yang terjadi setelahnya.

Kasus-kasus hukum yang terjadi sebelum tahun 2000, umumnya menyangkut korupsi dan penyalahgunaan lainnya yang dilakukan oleh salah seorang atau beberapa orang dari management koperasi.

Kasus-kasus ini hanya menyangkut orang per orang secara personal, tidak berkaitan dengan koperasi sebagai badan hukum.

Berbeda dengan kasus-kasus yang marak terjadi belakangan ini. Meski-meski sama-sama menyeret orang per orang secara personal, tetapi pada kasus-kasus tersebut orang-orang tersebut terseret sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai representasi dari koperasi sebagai badan hukum. 

Badan hukum-nya, yang bermasalah. Meski badan hukum koperasi yang disandangnya adalah sah, tidak abal-abal. Badan hukum itu dikeluarkan oleh Kemenkumham sebagaimana ketentuan petaturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelumnya, pemberian badan hukum koperasi menjadi kewenangan Kemenkop UKM (d/h Departemen Koperasi). Pada masa itu, tidaklah mudah mendapatkan badan hukum koperasi.

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Koperasi dari pusat sampai daerah betul-betul melakukan pengkajian untuk menetapkan sebuah koperasi berhak atau tidak menyandang status badan hukum. 

Tidak sekedar memenuhi persyaratan legal formal, tetapi mencakup juga potensi terpenuhinya asas-asas koperasi guna menjamin tercapainya tujuan pendirian koperasi ini. 

Hal ini bisa dilakukan pada saat itu, karena jajaran Departemen Koperasi dari pusat sampai daerah, sebagian besar orang-orang yang ditempa untuk menjadi “pembina koperasi”.

Oleh karena itu hampir tidak terdengar ada koperasi sebagai lembaga tersangkut kasus hukum.

Sekarang mari kita tengok koperasi simpan pinjam (KSP) yang banyak bermunculan pasca kewenangan pemberian badan hukum koperasi dialihkan kepada Kemenkumham.

Koperasi simpan pinjam (KSP/Kosipa) adalah salah satu jenis koperasi. Selain KSP, jenis koperasi lainnya adalah koperasi produksi, koperasi pemasaran, dan koperasi serba usaha (KSU) serta beberapa jenis koperasi lainnya. Jadi secara nama, tidak ada yang salah dengan KSP. Dia adalah koperasi yang bergerak di bidang simpan pinjam.

Banyak koperasi simpan pinjam yang bertahan puluhan tahun, beralih dari satu generasi ke generasi yang lain. Contoh dari ini adalah Koperasi wredatama (koperasi bagi pensiunan PNS) dan Koperasi Wanita (Kopwan).

Lalu apa yang salah dengan KSP yang banyak bermunculan hari-hari ini? Bukankah secara badan hukum ia legal. Mari kita lihat lebih dalam.

KSP-KSP yang bermasalah hukum itu umumnya didirikan oleh seseorang atau beberapa orang yang umumnya tidak memiliki idealisme sebagai insan koperasi. 

Mereka menggunakan koperasi hanya sebagai kedok untuk menutupi niat buruk. Syarat jumlah anggota sebanyak 20 orang untuk mendirikan koperasi diisi oleh orang-orang dekat dari para inisiatornya.

Koperasi didirikan bukan atas kepentingan yang sama dari anggota, tetapi semata-mata untuk memuluskan kepentingan para inisiatornya. Salah satu prinsip koperasi adalah melayani kepentingan anggota.

Bagaimana dengan KSP-KSP itu?

Mereka rekrut tim marketing yang berpengalaman di perbankan. Tidak untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggota, karena memang tidak memiliki “anggota” dalam pengertian yang “benar-benar” sebagai anggota. Tim marketing dengan agresif berburu nasabah, padahal koperasi tidak mengenal nasabah. 

Untuk mengkamuflase keanggotaan, nasabah yang berhasil digaetnya dan menanamkan uangnya sebagai simpanan, dicatat sebagai calon anggota.

Padahal di koperasi, status calon anggota hanya diberikan untuk sementara waktu sampai terlunasinya simpanan pokok.

Adalah tidak masuk akal, seorang nasabah Indosurya Cipta yang simpanannya ratusan juta bahkan miliaran rupiah tidak mampu melunasi simpanan pokok sekaligus, sehingga hanya dicatat sebagai calon anggota. 

Lalu apa pentingnya bagi Indosurya Cipta mencatat mereka sebagai calon anggota. Karena calon anggota tidak punya hak suara dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT). Tidak perlu repot-repot mengundang mereka menghadiri RAT. Lagi pula RAT nya hanya formalitas belaka.

Lain lagi dengan KSP penyalur dana bergulir, mereka sibuk cari nasabah, bukan untuk menarik simpanan, tapi untuk menyalurkan pinjaman. Kalau mereka itu koperasi dalam arti yang sebenarnya, mereka tidak perlu sibuk cari calon peminjam. Bukankah ada anggota yang wajib diberikan pelayanan. 

Masalahnya sama juga, daftar anggota hanyalah akal-akalan. Tentu ini tidak berlaku untuk semuanya, tapi fakta menunjukkan banyak koperasi jenis ini yang tersandung masalah hukum.

Kesejahteraan anggota adalah asas sekaligus tujuan koperasi. Banyak koperasi, baik koperasi primer maupun sekunder, yang berhasil mengimplementasikan prinsip-prinsip koperasi dalam usahanya. Mereka secara kasat mata tidak besar apalagi raksasa, mereka tetap dalam kesederhanaan. Tapi di balik itu, anggotanya merasakan manfaat lebih dari keanggotaannya.

Dekade 90-an jajaran koperasi unit desa (KUD), mulai dari primernya di kecamatan (KUD), Puskud (sekunder tingkat provinsi) dan Inkud (sekunder tingkat nasional) mendapatkan rejeki nomplok dari tata niaga cangkeh. 

KUD-KUD yang terkait dengan cengkeh mengalami kemajuan yang signifikan dari sisi bisnis. Inkud sebagai koperasi sekunder tingkat nasional menjadi barometer kesuksesan bisnis koperasi. Total asset melewati angka Rp. 1 trilyun, sebuah angka yang sangat besar untuk ukuran koperasi pada saat itu. Tidak heran kalau Menteri Koperasi saat itu menyebut Inkud sebagai “konglomerat” koperasi.

Tapi layakkah itu dinilai sebagai sebuah kesuksesan ? Dari sisi bisnis bisa jadi ya. Tapi dari hakekat berkoperasi, masih perlu dipertanyakan. 

Berkah yang didapatkan oleh jajaran KUD dari sistem tata niaga cengkeh yang dilakukan oleh BPPC, justru telah mengakibatkan menurunnya kesejahteraan anggota KUD yang berprofesi petani cengkeh. Harga jual cengkeh di tingkat petani, menurun drastis setelah berdirinya BPPC.

BPPC adalah salah satu contoh dari pola pengembangan perkoperasian yang salah kaprah di Indonesia. Pola pengembangan perkoperasian yang menempatkan pemerintah c.q. Departemen Koperasi sebagai “Pembina”.

Jika pada dekade 90-an, insan-insan Gerakan Koperasi menggugat kedudukan pemerintah sebagai pembina yang terlalu dominan dalam perkoperasian, maka saat ini sebaliknya masyarakat ramai-ramai menuntut pemerintah untuk lebih memperhatikan koperasi. Memberi perhatian yang lebih banyak dalam pembinaan dan pengawasan koperasi.

Diperlukan harmonisasi antara tanggungjawab konstitusional pemerintah menjalankan amanat Pasal 33 ayat 1 UUD 1945, dengan idealisme yang tinggi dari insan-insan gerakan koperasi.

Bertepatan dengan Hari Koperasi yang jatuh pada tanggal 12 Juli, saatnya pemerintah dan insan-insan Gerakan Koperasi untuk duduk bersama merumuskan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengembalikan koperasi kepada jati dirinya.

Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia mengatakankoperasi bukan persekutuan yang didirikan untuk mencari keuntungan melainkan untuk membela keperluan bersama

Keuntungan (profit) adalah sebuah keniscayaan. Karena dengan profit yang memadai, memungkinkan sebuah badan usaha menjamin dirinya berada dalam status going concern. Namun koperasi tidak boleh menjadikan keuntungan sebagai tujuan. Kesejahteraan anggotalah yang menjadi tujuan koperasi.

Selamat Hari Koperasi 12 Juli 2020
Tetap semangat, Insan-insan Gerakan Koperasi Indonesia

< Kang Win, Juli 12, 2020 >

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun