Mohon tunggu...
Kang Kholiq
Kang Kholiq Mohon Tunggu... Freelancer - MENYUKAI KESEDERHANAAN

Menulis itu kerja keabadian _Pramoedya_

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Racun Demokrasi

26 Mei 2020   20:34 Diperbarui: 26 Mei 2020   20:26 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dahsyat kan dampaknya? Bawaslu RI menjadikan politik uang sebagai isu serius yang membutuhkan atensi semua pihak dalam penanganannya. Politik uang juga menjadi salah satu varibel dengan bobot besar dalam penyusunan indeks kerawanan Pilkada (IKP) 2020. Sudah sepatutnya politik uang kita kutuk, bukan sekedar perbuatan kriminal. Tapi kejahatan pemilu yang mengancam bangunan demokrasi.

Giliran Kanit II Satreskrim Polres Purworejo yang juga anggota Sentra Gakkumdu Iptu Bruyi Rohman Wasito SH MH. Penyidik spesialis kasus tipikor ini menjelaskan bahwa politik uang atau money politic merupakan salah satu bentuk pidana pemilu. Penanganannya bukan hanya dilakukan Bawaslu, tapi melibatkan unsur kepolisian dan kejaksaan melalui Sentra Gakkumdu. Prosesnya pro justitia.

Bruyi menjelaskan, teknik penyidikan kasus pidana politik uang sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pidana umum maupun pidana khusus. Norma utama hukum acaranya tetap menggunakan KUHAP. Kecuali untuk hal-hal yang sudah secara khusus diatur dalam undang-undang pemilu yang sifatnya lex spesialis.

Misalnya, soal waktu penanganan yang diatur terbatas. Dalam undang-undang pemilu, waktunya relatif panjang. Di Bawaslu 14 hari, tahap penyidikan 14 hari, JPU 5 hari, dan pengadilan 7 hari. Sedangkan di undang-undang Pilkada, waktu di Bawaslu diperpendek hanya 5 hari. Skema waktu yang cepat itu meniscayakan sinergi yang baik dari ketiga unsur di Sentra Gakkumdu.

"Sampai ada lembaga yang egois, jangan harap bisa menuntaskan kasus politik uang," pesan Bruyi.

Kerjasama dan sinergi itu menurut Bruyi dia pelajari dari pengalaman penanganan kasus politik uang pada pemilu 2019 lalu. Sejak proses temuan, klarifikasi di Bawaslu, penyidikan, hingga penuntutan, ketiga lembaga di Sentra Gakkumdu ini sudah bahu membahu bekerjasama dalam peran masing-masing.

Hasilnya, kasus itu inkracht sampai di Pengadilan Tinggi (PT) Semarang. Terdakwa calon legislatif petahana dinyatakan bersalah dan akhirnya didiskualifikasi oleh KPU Purworejo sehingga gagal ditetapkan sebagai calon terpilih. Kendati perolehan suaranya berhak mendapatkan satu kursi.

Kasi Intel Kejaksaan Negeri Purworejo yang juga anggota Sentra Gakkumdu Zaenal Abidin SH MH mengingatkan bahwa ancaman pidana politik uang di undang-undang Pilkada jauh lebih berat dibandingkan di undang-undang pemilu. Politik uang saat Pilkada terancam hukuman maksimal 72 bulan dengan denda sampai Rp 200 juta.

Seusai pasal 187A ayat (1), orang yang bisa dijerat delik politik uang bukan hanya peserta pilkada dan tim suksesnya saja. Tapi setiap orang yang menjanjikan atau memberikan sesuatu berupa uang atau barang untuk mempengarui pemilih. Bahkan di ayat (2), penerima dari pemberian politik uang ini juga terancam pidana yang sama.

Membandingkan dua undang-undang tersebut, politik hukum dari undang-undang Pilkada sebenarnya jauh lebih progresif dalam menjerat kasus politik uang. Di samping ancaman hukumannya lebih berat, subyek hukum yang bisa dijerat juga lebih luas.

Zaenal mengingatkan bahwa racun demokrasi itu tidak semestinya dibebankan kepada penyelenggara pemilu dalam mengatasinya. Semua komponen masyarakat semestinya terlibat untuk mencegahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun