Mohon tunggu...
Jibeng Ismono
Jibeng Ismono Mohon Tunggu... -

*_*

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Petarung Cilik dari Pulau Sumbawa

1 Oktober 2014   02:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:52 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_326521" align="aligncenter" width="505" caption="Dok. Pribadi Jibeng Ismono"][/caption]

Ada tradisi unik yang masih dipertahankan masyarakat yang tinggal di desa-desa yang tersebar di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Salah satunya adalah tradisi pacuan kuda. Uniknya, pacuan kuda di Pulau Sumbawa ini tidak menggunakan joki dewasa. Tapi joki anak-anak berumur sekitar 6-12 tahun, yang lebih dikenal dengan sebutan Joki Cilik.

Hebatnya, anak-anak berusia belia ini sangat berani dan mahir menunggangi kuda-kuda pacu mereka. Menjadi joki cilik adalah sebuah kebanggaan bagi anak-anak yang rata-rata masih duduk di bangku sekolah dasar ini. Meski bertubuh mungil, mereka tak gentar menunggangi kuda bertubuh tinggi besar dan sedikit liar. Para joki cilik ini tak pernah berpikir akan cidera atau celaka. Yang terpenting bagi mereka adalah bisa ikut berlaga, memacu kuda sekencang-kencangnya dan menjadi sang juara.

[caption id="attachment_326893" align="aligncenter" width="504" caption="Dok. Pribadi Jibeng Ismono"]

14122295581973298748
14122295581973298748
[/caption]

Tradisi pacuan kuda sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di Pulau Sumbawa. Selain menjadi atraksi hiburan, pacuan kuda ini juga menjadi arena untuk menguji nyali para joki. Sekaligus, untuk mengetahui apakah para peternak telah berhasil merawat kuda-kuda mereka dengan baik.

Melalui tradisi pacuan kuda juga dapat mendongkrak harga jual kuda. Sebab, kuda-kuda yang dipertandingkan terbukti tangguh dan kerap menjadi juara tak ayal harganya akan naik berlipat. Fantastis! Harga jual kuda-kuda juara itu bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Pulau Sumbawa adalah salah satu dari dua pulau besar yang berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau satunya bernama Pulau Lombok. Selain terdiri dari dua pulau besar, Provinsi Nusa Tenggara Barat juga memiliki 278 pulau-pulau kecil yang akrab disebut Gili. Sementara, untuk luas Pulau Sumbawa hampir tiga kali dari luas Pulau Lombok.

[caption id="attachment_326895" align="aligncenter" width="512" caption="Dok. Pribadi Jibeng Ismono"]

1412229647729824490
1412229647729824490
[/caption]

Ada dua suku utama yang mendiami Pulau Sumbawa. Yaitu Suku Samawa dan Suku Mbojo (Dompu-Bima). Suku Samawa dikenal dengan sebutan “Tau Samawa”. Mereka tinggal di belahan barat pulau. Sementara, Suku Mbojo mendiami belahan sebaliknya. Meski berbeda suku dan bahasa, namun mereka saling menghormati dan hidup rukun berdampingan. Banyak kemiripan budaya dan tradisi antara kedua suku ini. Salah satunya adalah tradisi pacuan kuda.

Masyarakat Samawa (Sumbawa) mengenal tradisi pacuan kuda dengan istilah "Main Jaran". Sementara dalam tradisi masyarakat Mbojo (Dompu-Bima) disebut "Pacoa Jara". Keduanya sama-sama tidak menggunakan orang dewasa sebagai joki. Tapi anak-anak yang masih berumur belasan tahun.

Meski tidak ada yang tahu secara pasti kapan tradisi ini resmi dimulai, tapi rata-rata para joki cilik ini sudah dilatih keahlian menunggang kuda secara turun temurun. Mereka begitu mahir dan berani karena terus ditempa lingkungan dan keluarga. Para leluhur mereka adalah mantan-mantan joki cilik yang juga kerap menjadi juara.

Joki cilik adalah anak-anak bernyali besar. Joki cilik adalah anak-anak tangguh, berani dan bermental juara. Mereka memiliki keberanian dan keahlian yang jarang dimiliki oleh anak-anak sebaya mereka di daerah lain. Karena bagi mereka, kuda adalah sahabat. Kuda adalah teman dan kuda adalah kebanggaan. Kuda bagi joki cilik adalah teman bermain, teman bergembira dan teman yang bisa dipacu berlari sekencang-kencangnya. Joki Cilik adalah para petarung yang lahir dan dibesarkan di luasnya sabana, di Pulau Sumbawa.

[caption id="attachment_326897" align="aligncenter" width="512" caption="Dok. Pribadi Jibeng Ismono"]

14122297191869851335
14122297191869851335
[/caption]

Minggu (27/9/2014), Arena Pacuan Kuda “Kerato Angin Laut” yang berada di Desa Penyaring, Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mendadak ramai. Orang-orang terlihat hilir mudik keluar masuk pintu arena. Tak peduli panas yang begitu terik. Sorak sorai penonton tetap terdengar membahana. Bagi sebagian dari mereka, panas matahari dan debu adalah hal biasa. Karena mereka adalah para peternak dan petani yang lahir dan dibesarkan di daerah sabana.

Hari itu adalah final dari perlombaan pacuan kuda tradisional yang biasa disebut “Main Jaran” oleh masyarakat Sumbawa. Tak pelak, tribun yang menjadi tempat paling teduh di arena pacuan kuda tersebut penuh sesak ratusan penonton. Sebagian dari mereka, bahkan rela berpanas-panas di luar pagar pembatas arena.

Tradisi Main Jaran adalah tradisi turun menurun masyarakat Sumbawa yang digelar pada tiap musim kemarau. Dalam perkembangannya, tradisi ini menjadi salah satu wisata menarik untuk menggenjot pembangunan sektor pariwisata di Kabupaten Sumbawa. Tahun  ini, tradisi main jaran menjadi rangkaian kegiatan Festival Moyo tahun 2014 yang digelar Pemerintah Kabupaten Sumbawa.

[caption id="attachment_326898" align="aligncenter" width="598" caption="Dok. Pribadi Jibeng Ismono"]

1412229783378825542
1412229783378825542
[/caption]

Siang itu, di tengah sorak sorai membahana, sejumlah joki cilik terus berlaga memacu kuda tunggangannya. Meski raut mukanya tampak sedikit tegang, tapi mereka tidak menunjukkan rasa gentar. Harus diakui para joki cilik ini memiliki nyali dan keberanian yang sangat besar. Padahal, mereka berlaga tanpa perlengkapan standar perlombaan pacuan kuda. Mereka hanya mengenakan helm sebagai pelindung kepala, baju dan celana panjang berbahan kaos dan pecut dari rotan yang menjadi senjata andalan utama. Diatas punggung kuda mereka melarikan kuda tanpa beralaskan pelana.

Hari mulai siang dan matahari semakin meninggi. Teriknya terasa membakar pori-pori. Tapi kuda-kuda pacu itu malah kian kencang berlari. Menghamburkan lapisan debu memenuhi arena pacuan kuda Kerato Angin Laut hingga membumbung tinggi. Di atas punggung kuda, tangan-tangan mungil para joki cilik berupaya sekuat tenaga menggenggam tali kekang. Mengendalikan laju kuda-kuda pacu yang seakan tak mau berhenti. Tak terhitung, entah sudah berapa kali sabetan pecut dari rotan para joki ini memukuli bagian tubuh kuda pacu tunggangan. Mereka berlari laksana angin. Berkejaran saling mendahului. Berharap bisa menjadi yang pertama mencapai garis finish. Dan, merebut posisi sang juara.

[caption id="attachment_326900" align="aligncenter" width="640" caption="Dok. Pribadi Jibeng Ismono"]

14122298561689977695
14122298561689977695
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun