Rohadi masuk ke rumah. Disambut kedua orang tuanya. Mereka duduk di ruang tamu.
"Baiklah, ada perlu apa Nak Rohadi Lastrindang ke rumah kami yang jelek ini." Badri membuka pembicaraan.
"Jadi begini Pak Badri, maksud kedatangan saya kesini adalah untuk meminang anak gadis anda, Lastri"
"Lastri mau Nak ... Lastri bersedia ..." Jawab Parti, istri Badri, yang tiba-tiba nerocos.
"Bu, yang mau menikah itu Lastri atau kamu?" tanya Badri pada istrinya.
"Alah ... sama saja pak, pokoknya di kampung ini, hampir pemikiran kami sebagai perempuan itu sama. Saya yakin, Lastri pun akan  menjawab hal sama dengan Ibu." Jawab Parti dengan penuh percaya diri.
"Sudahlah ... percuma ngomong sama Ibu, sudah sana, panggil Lastri kemari!!!"
Parti segera ke belakang memanggil Lastri. Tak lama, wanita yang sebagian kecantikannya sudah hilang termakan usia itu, hadir di ruang tamu. Lastri membiarkan rambutnya yang panjang itu terurai. Sangat indah berkilau, baru saja dia keramas kemarin sore.
Rohadi tak dapat menahan pandangannya. Beberapa kali dia seperti menelan sesuatu di tenggorokannya. Tangannya meremas-remas, membayangkan Lastri ada di pelukannya.
Kali ini, Lastri berdandan total. Bibirnya yang tebal, semakin terlihat merah merekah. Seperti buah semangka, segar dan basah. Meski usianya tak lagi muda, tubuhnya menunjukkan bahwa dia wanita yang belum tersentuh. Rohadi, seperti melihat beberapa segel di bagian-bagian tubuh Lastri.
"Nak Rohadi"