Mohon tunggu...
Kang Aska
Kang Aska Mohon Tunggu... UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

Halo nama saya Ahmad Sa'id Al-Karim biasa di panggil Aska. Hobi saya menggambar, traveling dan merangkai kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Book

Seni Memahami Depresi Secara Nyata

1 Agustus 2025   17:01 Diperbarui: 1 Agustus 2025   17:01 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Di tengah kehidupan yang serba cepat dan penuh tekanan, banyak orang tampak tersenyum di luar tapi menyimpan luka di dalam. Depresi sering dianggap hanya sebatas rasa sedih yang berlebihan. Padahal kenyataannya, depresi adalah kondisi psikologis yang lebih dalam dan kompleks. Ia bukan hanya soal air mata atau hari-hari buruk, tetapi bisa menyentuh inti dari cara seseorang berpikir, merasa, bahkan hidup.

Depresi adalah gangguan suasana hati yang ditandai dengan perasaan sedih berkepanjangan, kehilangan minat, dan ketidakmampuan menikmati hal-hal yang dulu membahagiakan. Orang yang mengalaminya mungkin merasa tidak berharga, cepat lelah, kehilangan energi, sulit tidur atau justru terlalu banyak tidur, hingga merasa hidup tidak lagi bermakna. Yang lebih sulit lagi, gejala ini sering tidak terlihat karena banyak penderita depresi menutupi perasaannya dengan senyuman atau berpura-pura "baik-baik saja."

Penyebab depresi sangat bervariasi. Tekanan hidup, seperti masalah keluarga, pertemanan, akademik, atau pekerjaan, sering menjadi pemicu awal. Faktor biologis, seperti ketidakseimbangan zat kimia di otak, juga turut berperan. Selain itu, pengalaman masa lalu yang menyakitkan, seperti kehilangan, trauma, atau kekerasan, dapat memperbesar risiko seseorang mengalami depresi. Bahkan dalam beberapa kasus, depresi juga bisa diturunkan secara genetik.

Sayangnya, banyak orang masih meremehkan kondisi ini. Kalimat seperti "kamu kurang bersyukur", "jangan lebay", atau "cuma butuh liburan" sering dilontarkan tanpa memahami kedalaman luka yang dirasakan. Stigma ini membuat banyak orang memilih diam, menahan beban sendiri, dan enggan mencari bantuan karena takut dianggap lemah.

Padahal, mengenali dan menerima kondisi mental adalah langkah awal menuju penyembuhan. Jika kamu merasa sedang mengalami gejala depresi, atau mengenal seseorang yang mungkin sedang berjuang dalam diam, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah membuka ruang bicara. Ceritakan apa yang dirasakan kepada orang yang dipercaya, atau cari bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater. Tidak perlu menunggu "parah" untuk mulai peduli.

Depresi bisa dihadapi meskipun prosesnya tidak instan, banyak yang berhasil melewati fase ini dan hidup dengan lebih kuat dari sebelumnya. Yang paling penting adalah menyadari bahwa kamu tidak sendirian. Butuh keberanian untuk meminta bantuan, tapi justru itu adalah bentuk kekuatan. Dan untukmu yang sedang berjuang beristirahat tidak apa-apa, menangis tidak salah, dan mencari bantuan adalah hal paling berani yang bisa kamu lakukan untuk dirimu sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun