Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dilema SBY

9 April 2012   20:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:49 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hasil rapat di Cikeas, tempat kediaman Presiden SBY berada, memutuskan PKS dikeluarkan dari barisan koalisi. Setidaknya itu yang bisa dibaca dari pernyataan Sekretaris Sekretariat Gabungan Koalisi, Syarif Hasan yang menyatakan koalisi dengan PKS sudah berakhir. Setgab, demikian Sekretaris Gabungan biasa disingkat, adalah forum komunikasi partai-partai pendukung pemerintah.

Ketua Setgab, adalah SBY. Sementara ketua hariannya Aburizal Bakrie, atau kerap disapa Ical, Ketua Umum Partai Golkar. Dan Syarif Hasan, Menteri Koperasi itu sebagai sekretarisnya. Syarif adalah politisi Partai Demokrat.

PKS sendiri adalah salah satu partai pendukung pemerintah. Partai pendukung lainnya, adalah Partai Demokrat, Golkar, PPP, PKB dan PAN. Dalam rapat yang dihadiri para ketua umum partai, PKS memang tak di undang. Presiden PKS, Luthfi Hassan seperti diberitakan tak terlihat hadir di Cikeas.

Sebelum rapat di gelar, situasi politik memang memanas. Rencana pemerintah menaikan BBM memantik demonstrasi dimana-mana, bahkan di beberapa daerah terjadi bentrok. Pemerintah sendiri berharap partai-partai pendukungnya bisa mendukung dan menggolkan rencana menaikan BBM di parlemen. Tapi apa lacur, rapat paripurna yang berlangsung sampai masuk dini hari, menghasilkan keputusan kenaikan BBM di tunda. Sebelum di putus memang ada dua arus besar menyikapi rencana pemerintah. Satu arus, menolak. Mereka yang menolak awalnya hanya PDI-P, Gerindra dan Hanura, tiga partai di luar barisan koalisi pemerintah. Satu arus lagi menerima, mereka kebanyakan partai pendukung pemerintah.

Namun yang menarik, PKS sebagai partai pendukung pemerintah bersikap berbeda dengan pemerintah. Partai kader itu justru menolak kenaikan BBM. Bahkan sempat mengirimkan surat pada presiden menjelaskan sikap politiknya.

Dan, sampai paripurna, sikap PKS tak berubah, tetap menolak rencana kebijakan pemerintah tentang harga BBM. Tak pelak sikap PKS itu menuai reaksi keras dari elit Demokrat, partai terbesar dalam koalisi, juga sekaligus partainya SBY. PKS, dianggap melanggar kontrak koalisi, dan diminta keluar dari barisan pendukung pemerintah.

Tapi PKS bergeming tetap pada sikapnya. Dan usai rapat paripurna, kekesalan pada PKS tak juga mereda. Puncaknya di Cikeas, petinggi PKS tak diundang hadir dalam rapat para petinggi partai pendukung pemerintah. Sampai kemudian, keluar dari mulut Syarif Hasan, hubungan koalisi dengan PKS sudah berakhir.

Namun, sampai hari ini, SBY sendiri sebagai presiden dan ketua koalisi belum mengeluarkan sebaris pernyataan pun yang menguatkan pernyataan Syarif Hasan. Bahkan, belum ada keputusan, apakah dua menteri dari PKS akan ikut dikeluarkan dari kabinet. Makin rumit, PKS sendiri bersikukuh, selama kata dikeluarkan belum terucap dari SBY, partai kader itu masih menganggap sebagai bagian dari keluarga besar koalisi. Meski santer diberitakan, menteri-menteri dari PKS kini tak lagi di ajak rapat kabinet.

Pada saya, saat mengobrol via blackberry messenger, Gun Gun Heryanto, analis politik dari Universitas Paramadina, mengatakan, SBY sebagai dirijen koalisi terlihat gamang dan seperti dibelit sebuah dilema.

Mestinya, kata Gun Gun, sebagai konduktor koalisi pendukung pemerintah, SBY jangan terus memperlihatkan sikap yang mengambang. Harus ada sikap yang jelas, gamblang dan tegas dari SBY.

Memang, setiap pilihan pasti ada resikonya. Tapi mengambangkan situasi jelas bukan pilihan yang tepat. Justru, kata Gun Gun, itu akan menimbulkan masalah baru, dimana publik akan mempertanyakan leadership dari seorang SBY.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun