Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jalan Berliku Conti Chandra Mencari Keadilan

12 April 2016   21:13 Diperbarui: 12 April 2016   23:25 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selasa sore, 12 April 2016, sebuah email berisi siaran pers mampir ke email saya. Judul siaran pers yang bikin saya tertarik. Judulnya : Polri Tidak Memenuhi Petunjuk. Siaran pers dikirimkan Alfonso Napitupulu, selaku pengacara dari Conti Chandra.

Mengawali siaran pers, Alfonso bercerita tentang kasus BCC Hotel. Katanya, dalam kasus itu, Tjipta Fudjiarta telah ditetapkan sebagai tersangka. Tapi kat dia, sampai sekarang pihak Dittipideksus Bareskrim Polri, tak memenuhi petunjuk.

"Kenapa saya sebut seperti itu, karena itu sesuai dengan Praperadilan dua kali. Sesuai dengan Kejaksaaan pula," katanya.

Alfonso sendiri mengaku telah beberapa kali mengirim surat yang ditujukan ke Presiden RI, Wakil Presiden, Menkopolhukam, Ombusdman, Komisi III DPR, Kompolnas, Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Komisi Kejaksaan Agung, Kapolri, Wakapolri, Kabareskrim, Irwasum Polri, Karowassidik Polri dan Karobinops Bareskrim. Tapi kata dia, belum ada balasan. Kliennya sampai sekarang belum mendapat kepastian hukum.

"Sampai hari ini belum ada kepastian hukum yang sudah bolak balik kejaksaan hingga lima kali yang mana petunjuknya sama terus dan hanya meminta bukti pembayaran," kata dia.

Ia juga sudah bolak balik meminta kejelasan pada Dittipideksus Bareskrim. Jawaban dari Bareskrim pun kurang lebih sama. Namun yang ia heran, dari dokumen jawaban yang diberikan Bareskrim Polri, di cover atau sampulnya tertulis, adanya tindak pidana. Tapi, di bawah cover lain lagi, tertulis sebagai tindak perdata.

Dan dari bukti pelimpahan berkas perkara Nomor.: LP/587/VI/2014/Bareskrim, tanggal 9 Juni 2014 dari Dittipideksus Bareskrim Polri untuk kejaksaan, tertulis sudah dipenuhi petunjuk jaksa ada pembayaran tetapi tidak disertai bukti pembayaran. Kata Alfonso, saat itu dikirim ke-kejaksaan pihak Bareskrim menyatakan barang bukti dalam berkas perkara tersebut disimpan di kantor Dittipideksus Bareskrim Polri.

"Maka dengan ini saya selaku kuasa hukum Conti Chandra telah mengajukan permohonan perlindungan hukum agar Dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik Bareskrim," kata dia.

Permohonan itu juga telah diterima oleh pihak kepolisian dengan bukti laporan polisi Nomor :LP/587/VI/2014/Bareskrim tanggal 9 Juni 2014. Permohonan ditujukan kepada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus dan Unit Perbankan.

"Isinya klien kami telah melaporkan Tjipta Fudjiarta ke Bareskrim pada 9 Juni 2014 atas dugaan tindak Pidana penipuan, memberikan keterangan palsu pada akta autentik atau penggelapan," kata dia.

Menurut Alfonso, hal tersebut diatur dan diancam dalam Pasal 378 KUHPidana, Pasal 266 KUHPidana atau Pasal 372 KUHPidana. Dan sesuai Laporan Polisi Nomor.: LP/587/VI/2014/Bareskrim, tanggal 9 Juni 2014 sampai saat ini perkara tersebut sudah berjalan selama 2 tahun. Hingga sekarang belum ada kepastian hukum.

"Laporan klien kami tersebut pada mulanya ditangani oleh Subdit I Unit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim dimana Tjipta Fudjiarta telah ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.

Alfonso kemudian bercerita, pada tanggal 29 September 2014, penyidik sedang melakukan penyitaan atas sebidang tanah dengan luas 3.747 M² berikut bangunan diatasnya yang dikenal sebagai Batam City Condominium (BCC). Bangunan itu terletak di Jalan Bunga Mawar, Baloi Kusuma, Batu Selicin, Lubuk Baja, Kota Batam, Kepulauan Riau. Tapi kata Alfonso, tiba-tiba itu dihentikan penyitaannya oleh Irjen Johny Mangasi Samosir. Menurut Alfonso, Irjen Johny adalah mantan pejabat di Bareskrim Polri.

"Setelah kami tahu yang memerintahkan penghentian penyitaan tersebut adalah Irjen Johny Mangasi Samosir eks pejabat Wakabareskrim Mabes Poliri, kami menghadapnya, mempertanyakan alasan kenapa dihentikan penyitaan tersebut," kata dia.

Akhirnya ia menyimpulkan penghentian penyitaan semata-mata subyektifitas Irjen Johny Mangasi. Bahkan saat itu, Irjen Johny mengatakan, " Kenapa urusan tipu gelap harus ada penyitaan. Inikan urusannya perdata. Biarkan ini digelar dulu di Biro Wassdik," kata Alfonso mengutip pernyataan yang diucapkan Irjen Johny.

Ia pun menduga, Irjen Johny Mangasi hanya mendengar dari pihak terlapor semata, tanpa bertanya dulu pada penyidik. Ia minta penyidik Bareskrim tak terpengaruh oleh intervensi Irjen Johny Mangasi. Alfonso juga mendesak penyidik melakukan penyitaan Hotel BCC kembali

"Pada 7 November 2014 kembali penyidik Bareskrim melakukan penyitaan Hotel BCC. Namun tetap saja diintervensi oleh Irjen Johny Mangasi. Dia memerintahkan penyidik mencabut sita tersebut. Maka pada 26 November 2014 penyidik mencabut plang sita Hotel BCC," ungkap Alfonso.

Setelah itu, kata Alfonso, pihaknya mengadukan itu ke Divisi Propam Polri. Kata Alfonso, hasil Audit Investigasi Divisi Propam Polri tertuang dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Pemeriksaan Propam (SP2HP2-2), Nomor :B/217/IV/2015/Divpropam, tertanggal 14 April 2015. Pada pokoknya kata Alfonso, Propam Polri menyatakan penyidik Subdit I Dittipidum Bareskrim Polri yang telah menetapkan Tjipta Fujiarta sebagai tersangka telah sesuai dan memenuhi pembuktian materiil dan formil. Hasil audit juga menyatakan, penetapan tersangka telah memenuhi syarat dengan adanya alat bukti dokumen transfer yang palsu, serta adanya alat bukti tentang tidak adanya pembayaran sebagaimana yang dituangkan dalam akta notaris.

"Ini yang digunakan sebagai dasar oleh tersangka Tjipta Fudjiarta seolah pernah melakukan pembayaran kepada para pemegang saham lainnya selain Conti Chandra,"kata Alfonso.

Selain bukti tersebut kata dia, ditemukan juga alat bukti keterangan saksi pemegang saham yang menyatakan tidak pernah menerima pembayaran dan tidak pernah merasa melakukan penjualan kepada tersangka Tjipta Fudjiarta. Sehingga ini memenuhi syarat yang bersangkutan telah memberikan keterangan palsu pada akta autentik. Jadi penyidik telah tindakan sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Juga ditemukan fakta penyidik telah melaksanakan kewajiban permohonan penetapan penyitaan ke Pengadilan Negeri Batam dan telah melaksanakan penetapan penyitaan, namun kemudian mencabut plang penyitaan," tutur Alfonso.

Selain itu, lanjut Alfonso, ditemukan fakta perbuatan penyidik yang membatalkan atau mencabut plang penyitaan yang berkekuatan penetapan pengadilan. Pembatalan atau batalnya penyitaan, kata Alfonso terjadi karena ketidakmampuan penyidik menolak perintah atasan yang memerintahkan secara lisan dan tertulis berupa surat tugas pencabutan plang penyitaan. Surat itu ditandatangani oleh pejabat tinggi di Bareskrim Polri.

Dalam siaran persnya juga Alfonso mengungkapkan, intervensi terus dilakukan hingga dilimpahkannya penyidikan dari Dittipidum Bareskrim ke Dittipideksus Bareskrim Subdit Perbankan. Pihak Dittipidum kata Alfonso, tetap bertahan dengan apa yang diperiksa.

"Ini sesuai dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Nomor B/220-Subdit-I/V/2015/Dittipidum, tanggal 8 Mei 2015,"ujarnya.

Pada akhirnya lanjut Alfonso, pihak Dittipideksus Bareskrim mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidiikan atau SP3. Surat itu bernomor :S.Tap/55b/VII/2015/Dit Tipideksus, tanggal 1 Juli 2015. Ini sesuai Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Nomor : B/56/VII/2015/Dit Tipideksus, tanggal2 Juli 2015.

Setelah diterbitkannya SP3 itu, kata Alfonso, pihaknya melakukan upaya hukum Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dan itu telah diputus oleh Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Putusan Nomor : 70/Pid.Pra/2015/PN.Jkt.sel, tanggal 18 Agustus 2015. Isi putusan praperadilan tersebut, mengabulkan permohonan pemohon. Serta menyatakan SP3 tidak sah. Hakim juga memerintahkan termohon melanjutkan penyidikan selanjutnya melimpah kembali berkas perkara tindak pidana ke Kejaksaan Agung.

"Serta membebankan kepada termohon untuk membayar biaya perkara sebesar nihil," kata Alfonso.

Alfonso menduga penyidik di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Subdit Perbankan tidak mempunyai kualifikasi dan kemampuan untuk menangani perkara Direktorat Tindak Pidana Umum. Alfonso melihat penanganan kasus yang dibuka kembali oleh Dittipideksus Bareskrim, proses penanganannya penuh dengan kejanggalan. Ia menduga ada kepentingan di luar hukum yang memihak tersangka Tjipta Fudjiarta dengan tidak memperhatikan alasan-alasan pertimbangan hukum seperti yang tertuang dalam putusan praperadilan.

"Pada tanggal 10 Desember 2015, tersangka Tjipta Fudjiarta melalui kuasa hukumnya mengajukan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan dan telah diputus oleh hakim," katanya.

Hakim praperadilan yang menyidangkan permohonan Tjipta, kata Alfonso, dalam putusannya dengan jelas menolak permohonan praperadilan dari pemohon. Tersangka Tjipta Fudjiarta merasa tidak puas dan menduga ada penyeludupan hukum oleh Hakim PN Jakarta Selatan. Tjipta kemudian mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK).

"Pada 22 Februari 2016, karena merasa tidak mempunyai bukti yang kuat untuk mengajukan PK, tersangka Tjipta Fudjiarta melalui kuasa hukumnya mencabut itu," kata Alfonso.

Hal itu dibuktikan, ujar Alfonso dengan surat atas surat yang ditujukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beromor.: 006/TMR-ADM/II/2016. Apa yang diputuskan hakim sudah sesuai prosedur. Dan tidak ada penyeludupan hukum.

"Apa yang kami utarakan sudah sangat jelas dan terang benerang dugaan kami penyidik bersama tersangka Tjipta Fudjiarta berusaha ingin menghentikan perkara BCC Hotel," katanya.

Alfonso menambahkan, pada 29 Januari 2015, Kejaksaan Agung sendiri telah menerbitkan P-19 berisi petunjuk-petunjuk jaksa agar penyidik melengkapi berkasnya. Lalu pada 31 Maret 2015, Kejaksaan Agung juga telah menerbitkan P-20.

"Yang berisi tentang pengembalian berkas perkara dari Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri kepada Kejaksaan Agung RI atas perkara Nomor : LP/587/VI/2014/Bareskrim, tanggal 9 Juni 2014, " katanya.

Dan, pada 15 Oktober 2015, kata Alfonso, pihak Dittipideksus Bareskrim Polri mengirim berkas laporan polisi deng Nomor H LP/587/VI/2014/Bareskrim, tanggal 9 Juni 2014 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. Ini sesuai Surat Nomor : R/522/X/2015/Dit Tipideksus yang diteken Brigjen Bambang Waskito, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Dan Khusus selaku penyidik.

"Yang pada poin 3 dinyatakan penyidik akan menghentikan kembali penyidikannya. Pada 29 Oktober 2015, Kejaksaan Agung menerbitkan P-19 kedua, yaitu pengembalian berkas perkara yang berisi tentang petunjuk Jaksa untuk dilengkapi oleh penyidik Polri," kata Alfonso.

Kemudian pada 17 Desember 2015, lanjut Alfonso, Kejaksaan Agung kembali menerbitkan P-19 untuk ketiga kalinya yaitu pengembalian berkas perkara yang berisi tentang petunjuk Jaksa untuk dilengkapi oleh penyidik Polri. Pada 9 Februari 2016, Kejaksaan Agung kembali menerbitkan P-19 keempat dengan petunjuk sama dengan P-19 sebelumnya yaitu penyidik harus membuat terang suatu peristiwa pidana sesuai pasal 1 butir 2 KUHAP.

"Ada surat yang ditandatangani Brigjen Bambang Waskito sebagai Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus selaku penyidik bahwa pada poin 3 dinyatakan penyidik akan menghentikan kembali penyidikannya," katanya.

Ia pun menduga tidak diikuti putusan praperadilan serta petunjuk kejaksaan dan penghentiaan penyidikan akan kembali dilakukan sudah direncanakan. Ia menduga yang berusaha agar kasus itu tidak sampai disidangkan di pengadilan. Faktanya, kejaksaan tidak juga mengeluarkan P-21. Ini karena penyidik Bareskrim di Subdit Perbankan tidak memenuhi petunjuk-petunjuk Kejaksaan Agung. Sehingga berkas perkara bolak-balik. Sampai-sampai P-19 diterbitkan sebanyak 5 kali oleh Kejaksaan Agung.

"Kami selaku kuasa hukum Conti Chandra mohon untuk dapat segera memindahkan kembali perkara Laporan Polisi Nomor : LP/587/VI/2014/Bareskrim, tanggal 9 Juni 2014 ke Direktorat Tindak Pidana Umum yang sudah sesuai dengan bidang standar profesionalnya untuk menangani kasus perkara ini hingga selesai," tutur Alfonso.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun