Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudahkah Kita Berpancasila?

4 Juni 2021   08:52 Diperbarui: 4 Juni 2021   09:03 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Garuda Pancasila

Setelah Pancasila dicetuskan sekitar 76 tahun yang lalu, semangat untuk memahami dan mengamalkan isi darinya selalu saja menggelora dari waktu ke waktu. Mulai dari tradisi menghafalkannya untuk kebutuhan pembelajaran yang paling mendasar hingga penjabaran dari masing-masing butir silanya.

Inti dari upaya tersebut adalah agar nilai-nilai dari Pancasila tersebut dapat meresap dan tertanam dalam pemahaman setiap warga negara. Sehingga harapan yang akan diperoleh selanjutnya adalah nilai-nilai luhur yang dikandungnya ini tak hanya akan berhenti pada tataran formalitas menghafal untuk kebutuhan upacara bendera saja, akan tetapi ia pun dapat menjadi inspirasi dan pandangan hidup dalam setiap denyut kehidupan warga negara.

Akan tetapi, jika kita melihat perkembangan masyarakat kita dari waktu ke waktu, kita pun kiranya dapat mengintrospeksi diri, apakah selama ini kita benar-benar sudah berpancasila sesuai dengan keluhuran nilai dan ajaran yang tertuang di dalamnya?

Untuk mencoba menjawab pertanyaan itu, barangkali kita dapat mulai mengurutnya dari sila yang pertama. Pada sila yang pertama ini kita langsung diajari untuk berketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti kita hanya mengakui adanya satu-satunya Tuhan dalam keyakinan kita. Yakni Tuhan Yang Mahas Esa dan tidak ada tuhan selain-Nya.

Maka dari itu, tidak boleh ada tuhan-tuhan lain yang boleh kita sembah maupun kita agungkan selain-Nya. Kita tidak sepatutnya menuhankan jabatan, kekayaan, pimpinan, apalagi diri kita sendiri sebagai tuhan-tuhan lain selain-Nya. Sebab, itu semua sejatinya hanyalah para makhluk Tuhan yang dianugerahi bermacam perhiasan kehidupan sebagai atribut atas penciptaan mereka.

Bermacam atribut itu adalah bentuk-bentuk ujian dari Tuhan bagi mereka apakah mereka akan semakin bersyukur atas keadaannya sehingga mereka akan mendayakannya sesuai amanah yang diberikan. Atau mereka justru akan ingkar karena larut dalam kenikmatan.

Jika para hamba-Nya telah mampu menyadari keadaan ini dengan sebenar-benarnya, maka sudah barang tentu akan mudah bagi mereka untuk dapat menjadi sosok manusia yang adil dan beradab. Musababnya adalah dengan berbekal keyakinan mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa maka akan menjadikan mereka juga merasa yakin atas segala kuasa-Nya.

Mereka yang mampu untuk senantiasa menyadari kehadiran Tuhan YME dalam kehidupan mereka itu tentu juga meyakini bahwa Dia sangat berkuasa untuk mengawasi setiap tingkah laku mereka. Sehingga mereka pun akan merasa khawatir jika setiap perilaku yang mereka kerjakan itu berseberangan dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan mereka.

Hal itulah yang kemudian akan mendorong mereka untuk berusaha menjadi pribadi yang adil dan beradab. Sebab mereka senantiasa menimbang bahwa tidak ada satu pun dari perbuatan mereka yang akan lepas dari pengawasan Tuhan.

Selanjutnya, jika seseorang telah mampu bersikap adil dan berakhlak mulia (beradab) kepada siapa saja maka hal itulah yang akan menjadi cikal bakal  atau awal mula terjadinya persatuan. Mereka akan mudah untuk bersatu dan bahkan menyatukan pihak lain karena masing-masing dari mereka saling mendapat perlakuan adil dari pihak yang lain. Bahkan lebih dari itu, mereka juga berusaha untuk memanusiakan pihak yang lain secara seutuhnya sebagai wujud pelaksanaan adab mereka kepada Tuhan dan semua makhluk-Nya.

Jika sudah demikian, besar kemungkinan persatuan pun akan terjadi. Persatuan yang tidak hanya terbatas dalam lingkup kelompok maupun golongan saja, akan tetapi hingga menyentuh pada tingkat persaudaraan lintas kebangsaan.

Sekali lagi, kondisi persatuan dalam bingkai persaudaraan ini akan mungkin terjadi manakala setiap manusia telah melandasi setiap perilaku mereka dengan sikap yang adil dan beradab.

Diantara upaya lain yang dapat dicapai untuk mencapai persatuan sekaligus merawat persatuan itu adalah dengan cara memiliki para wakil yang bijaksana dalam mengatur negara. Para wakil rakyat yang memiliki pengetahuan, kemampuan sekaligus kebijaksanaan inilah yang memiliki tugas dan peran penting untuk mengemban amanah dari rakyat dengan cara bersungguh-sungguh pada saat mengatur negara.

Diantara wujud kebijaksanaan yang mereka miliki antara lain akan tampak pada saat mereka sedang bermusyawarah. Setiap kebijakan yang mereka sampaikan ketika bermusyawarah akan dilandandasi dengan tujuan kemashalatan bagi bangsa dan negara. Dan bukan karena faktor kepentingan pribadi, partai maupun golongan pengusaha yang mendukung mereka.

Sebab, mereka senantiasa menyadari bahwa mereka adalah para wakil rakyat dimana rakyat berbaik sangka terhadap mereka bahwa keadaan negara akan mampu berubah menjadi semakin baik jika ia dikelola oleh orang-orang yang memiliki kemampuan, keadilan dan kebijaksanaan.

Dengan demikian, apa yang akan keluar dari lubuk hati, pikiran maupun lisan dari para wakil rakyat ini semuanya harus senantiasa dilandasi dengan tujuan kemaslahatan. Kemaslahatan itu tentunya tidak hanya mengerucut pada keuntungan pribadi maupun golongan mereka sendiri. Akan tetapi, tujuan kebaikan yang senantiasa mereka perjuangkan adalah yang manfaatnya menyeluruh hingga menyentuh setiap lapis penduduk negeri.

Barulah jika semua aspek tersebut benar-benar dapat terpenuhi, maka dalam hati setiap warga negara pun kiranya akan dapat mudah untuk menerima tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang benar-benar telah ada di negeri yang tercinta.

Bahkan, tidak hanya berhenti pada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia saja, akan tetapi seluruh bangsa di dunia pun akan dapat mencicipi lezatnya buah keadilan dari sebuah bangsa yang melandaskan sendi-sendi kehidupannya dengan naluri keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa ini. Karena buah dari keimanan mereka kepada Tuhan YME tersebut adalah menjadikan mereka manusia-manusia yang adil dan beradab.

Rasa kemanusiaan dan keadilan yang telah tertanam dalam jiwa mereka itulah yang selanjutnya akan menjadikan setiap keputusan dan perilaku mereka akan selalu didasari dengan kearifan-kearifan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan agar tidak ada satu pun pihak yang akan dirugikan atas keputusan maupun perbuatan mereka.

Setelah kita merenungi beberapa faktor tadi, kiranya kita pun dapat mulai menjawab pertanyaan mendasar yang terngiang dalam angan-angan kita: Sudahkah kita berpancasila? (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun