Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Lelaki Gagah yang Membakar Puisi

11 Mei 2020   06:41 Diperbarui: 11 Mei 2020   06:56 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari, disaat datangnya senja dan buramnya matahari, lelaki berperawakan gagah dengan bulu dada menandakan pemberani. Tanganya mencengkeram erat sekarung puisi, menyisihkan lembaran terjilit rapi, mencampakan kedalam api yang menyala bagai lautan tak bertepi.

Matanya sayu penuh emosi, wajahnya lembut menahan ironi.lembaran pertama dan terakhir menandakan puasnya hati, mencampakan perasaan dan kenangan, menghanguskan tulisan dan goresan. Tanpa penyesalan,tanpa beban.

Lelaki yang menulis puisi berulang kali, ciptakan jutaan diksi sebagai pembunuh sepi, mengorbankan kesendirian sebagai sesaji. Kini meringkuk dengan sepuluh jari menggenggam pedih, dadanya bergemuruh dengan bunyi yang tak ia mengerti, isi kepala mendidih tersebab api membakar serambi hati.

"Biarlah aku mati di tikam diksi, biarlah sengsara di sandera rima, biarlah aksara berubah wajah menjadi malapetaka." Bisikan itu berasal dari tangkai pena yang terbuang, bisikan itu terus berulang dari rekahan dinding yang berlubang. 

Hingga senja menghilang, hingga serangga malam menghantar makanan, lelaki itu hanya duduk terdiam, menyaksikan abu sisa pembakaran terbang perlahan tertiup dingin angin malam. "Terbanglah menuju takdirmu, aku bukan abdi yang setia untuk menjaga amanahmu."

Lelaki gagah yang membakar puisi, mengusap air mata yang menetes di pucuk melati. Wajahnya tengadah menanti jawaban dari angkasa, sementara debu beterbangan menggandeng abu sisa pembakaran, memenuhi segala ruang, mengucapkan selamat tinggal dengan suara yang lirih nyaris tak terdengar.

Bagan batu, mei 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun