Mohon tunggu...
Kalia Azzahra
Kalia Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Saya mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Ilmu Politik, Universitas Padjajaran. Hobi Saya menulis, beryanyi, dan menulis puisi. Kepribadian atau MBTI saya ENFJ-T. Konten Favorite saya seputar politik, bahasa, budaya, kuliner, musik, dan dokumenter.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Gagalnya PPP dalam Mencapai Parliamentary Threshold 2024: Peran Ideologi dan Fungsi Partai Politik

5 Mei 2024   11:46 Diperbarui: 5 Mei 2024   11:46 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandiaga Uno resmi menjadi kader Partai Persatuan Pembangunan atau PPP, Rabu (14/6/2023). (Bloomberg Technoz/Sultan Ibnu Affan) 

Perubahan PT itu bertujuan untuk mengedepankan prinsip proporsionalitas dan meminimalisir disproporsionalitas hasil pemilu guna menghindari semakin besarnya suara yang terbuang (wasted votes) sehingga yang diperjuangkan adalah kedaulatan rakyat. 

Perludem meminta MK untuk menghitung dan rasionalisasi ulang besaran PT agar kemudian tidak terjadi disproporsionalitas hasil pemilu. Perludem juga mengajukan formula perhitungan ulang besaran efektif PT sebesar 1% sebagai bentuk Parliamentary Threshold yang Afirmatif, tetapi MK menolaknya namun MK akan menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk merasionalisasi ulang besaran PT tersebut. 

Perludem berharap pembentuk undang-undang harus mematuhi putusan MK secara penuh agar tidak terjadi pelaksanaan yang tidak sesuai dengan putusan MK sebelumnya. MK memutuskan ambang batas parlemen 4% harus diubah sebelum Pemilu 2029, namun tetap konstitusional untuk Pemilu 2024 dengan syarat telah dilakukan perubahan norma ambang batas parlemen serta besaran angka ambang batas. 

Gagalnya PPP menembus Parliamentary Threshold bisa jadi disebabkan oleh keterbatasan strategi politik, seperti kurangnya sinergi dengan partai lain, strategi kampanye yang kurang efektif, atau kurangnya daya tarik bagi pemilih di luar basis tradisional PPP mengingat dalam periode pemilu era reformasi di Indonesia ada banyak partai politik. Hal itu dikarenakan adanya pembelahan masyarakat (social cleavages) yang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya negara dan agama. 

Perilaku pemilih dalam Pemilu 2024 ini juga turut serta mempengaruhi perolehan atau persentase suara yang didapatkan oleh PPP. Pasalnya, di era reformasi saat ini masyarakat Indonesia cenderung tidak melihat ideologi atau isu-isu agama sebagai faktor utama, melainkan faktor-faktor seperti geopolitik, kesejahteraan sosial,  ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan sebagai faktor yang cukup krusial.

Selain itu, faktor internal seperti perpecahan internal PPP, penggembosan di lumbung suara, minimnya publik figur, kegagalan kaderisasi, kegagapan menggaet pemilih muda, dualisme internal partai, dan kasus korupsi yang menerpa PPP sebanyak dua kali berturut-turut. Pada tahun 2014 Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dinyatakan sebagai tersangka korupsi penyelenggara haji 2010-2013 disusul pukulan besar terhadap PPP dengan terjaringnya operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK kepada Romahurmuziy selaku Ketua Umum PPP atas kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) yang terbukti menggerus elektabilitas partai di Pemilu Legislatif 2019. PPP sebagai studi kasus menggambarkan bahwa PT bukan hanya menjadi tantangan yang dihadapi partai-partai cilik namun juga partai besar yang sudah lama bermain di kancah perpolitikan Indonesia dalam sistem politik yang kompetitif seperti Indonesia. 


Sebelum kasus OTT Romahurmuziy selaku Ketum PPP pada 2019, strategi marketing politik PPP memasang target untuk memperoleh kemenangan 8% suara pada tingkat nasional. 

Untuk mencapai target tersebut, maka PPP menempuh beberapa strategi antara lain: melakukan kunjungan ke pondok pesantren, pendekatan terhadap generasi milenial, memperkenalkan brand baru, dan mendukung pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Meskipun hasil rekapitulasi suara PPP pada Pemilu 2019 mengalami penurunan namun strategi marketing tersebut masih berhasil membuat suara PPP bertahan melewati ambang batas parlemen 4%. S

ayangnya, kemerosotan suara PPP di pemilu 2019 dengan perolehan suara sebesar 4,52% yang sangat tipis dengan ambang batas parlemen 4% ini tidak direspon sebagai sinyal peringatan bagi Partai berlambang Ka’bah ini untuk meningkatkan basis suaranya di pemilu 2024. Kemerosotan suara PPP dan gagalnya PPP sebagai partai besar yang bisa dibilang cukup established dalam memenuhi ambang batas parlemen menunjukkan kompleksitas peran ideologi dan fungsi partai politik dalam mencapai efektivitas Parliamentary Threshold.

Dalam menjalankan fungsi Partai Politik, PPP dalam konteks ini harus mampu menjalankan fungsi-fungsinya sebagai agen sosialisasi politik, mobilisasi massa, dan rekruitmen elite. Fungsi-fungsi ini penting untuk memperkuat identitas partai dan membangun basis massa yang kuat. Sebagai salah satu contoh masalah kaderisasi di dalam PPP patut untuk dibenahi pasalnya sejak banyak kader bahkan Ketua Umum PPP yang tersandung kasus korupsi, legitimasi masyarakat terhadap PPP pun berkurang apalagi PPP dirasa tidak mampu merepresentasikan ideologi Islam yang mengedepankan kejujuran sebagai modal utama. 

Kegagalan kaderisasi PPP seharusnya menjadi sebuah pembenahan bagi PPP, karena partai politik juga berfungsi sebagai sarana Rekrutmen Politik, Fungsi ini berkaitan dengan seleksi kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional secara luas. Untuk kepentingan internal partai, setiap partai membutuhkan kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan memiliki kader yang kompeten dan berkualitas, partai memiliki peluang yang lebih besar untuk mengembangkan diri sehingga partai juga memiliki peluang yang lebih besar untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan nasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun