Di satu sudut jalan, seorang ibu duduk di dekat warung fotokopi. Menyusui anaknya sambil menatap orang-orang lalu lalang. Di tangan kanannya ada sebungkus gorengan sisa dagangan yang belum habis. Di hatinya ada harapan: "Besok semoga lebih ramai."
Kemiskinan itu begini bentuknya. Bukan cuma soal angka statistik atau target GDP. Dia punya wajah. Punya suara. Punya cerita. Dan celakanya, dia juga punya nasib yang sering diabaikan oleh sistem besar yang katanya mau menyelesaikan semua masalah manusia.
Tapi sistem-sistem itu---kapitalisme, sosialisme, dan Islam---punya cara yang berbeda dalam melihat dan menyelesaikan kemiskinan. Dan yang menarik, perbedaannya tidak hanya pada teknis solusi, tapi juga pada cara mereka memahami masalah.
Kapitalisme: "Semua Bisa Kaya Kalau Mau Berusaha"
Kapitalisme lahir dari semangat kebebasan individu dan logika pasar. Jadi ketika ada orang miskin, jawabannya sederhana: berarti dia belum cukup berusaha. Atau: pasarnya belum cukup sehat.
Solusi yang ditawarkan sistem ini biasanya begini:
Ciptakan lapangan kerja,
Dorong investasi,
Kasih pelatihan kewirausahaan,
Buka peluang usaha lewat pinjaman berbunga rendah.
Kelihatan keren, ya?