Rumah masa kecilku penuh dengan suara. Tapi bukan tawa terdengar---melainkan retakan yang tak terlihat dari sebuah riuh keributanÂ
Aku bukan takut menikah. Aku hanya takut mengulang penderitaan yang disamarkan sebagai cinta.
Pecahan itu kecil, namun ternyata tajam. Seperti kenangan.
Pyarrrr
Suara pecahan piring terdengar nyaring, bersamaan dengan keributan yang kian memanas.
"Kamu tuh, masak aja gak becus. Punya mata gak si, aku baru pulang kerja itu capek. Pengen makan, malah ditumpahin segala. Dasar tolol," umpatnya, matanya melotot seakan-akan ingin keluar.
"Mas, aku juga baru pulang, capek. Mikir dong, cuma tumpah kayak gitu marah-marah. Bisa ambil lagi kan," jawabnya, nadanya tak kalah tinggi.
"Goblok, pake otak dong. Ini beras kalau habis siapa yang beli hah?"
"Aku juga cari uang mas, bukan kamu doang."
"Nglawan lagi, nglawan lagi. Dasar istri gak tahu diri." Hampir saja tangan kanannya melayang di pipi kiri sang istri, namun melihat anaknya tiba-tiba saja muncul membuatnya urung untuk melakukan.