Namanya Arga, lelaki yang tenang, cermat, dan penuh rencana. Ia bersahabat dengan Najwa sejak mereka sama-sama menjadi relawan di sebuah komunitas pendidikan. Persahabatan mereka tumbuh, bukan hanya karena sering bertemu, tapi karena visi hidup yang terasa sejalan. Namun, keduanya tahu: rasa itu pelan-pelan tumbuh, menepi di hati yang tak pernah benar-benar tenang.Najwa bukan perempuan yang menuntut banyak, tapi hatinya diam-diam menyimpan tanya. Sampai kapan mereka begini? Berjalan beriringan tapi tak pernah bergandengan. Ia tahu Arga sedang berjuang, sedang menyiapkan diri menjadi seseorang yang layak untuk masa depan. Tapi ia juga manusia, yang butuh kepastian, walau tak harus sekarang, setidaknya sebuah arah.
Suatu sore, mereka duduk di pinggir danau usai kegiatan. Angin membawa aroma bunga yang gugur, dan matahari perlahan tenggelam seperti harapan yang tertunda.
"Najwa," kata Arga pelan, matanya menatap riak air.
"Hmm?" sahutnya, menoleh.
"Aku tahu kamu menunggu. Dan aku bukan orang paling tepat untuk menyuruhmu sabar. Tapi izinkan aku terus memantaskan diri. Aku ingin datang bukan hanya dengan cinta, tapi juga kesiapan."
Najwa terdiam. Hatinya hangat sekaligus sendu. Ia ingin percaya, dan ia memang percaya. Tapi waktunya tidak bisa terus ditunda oleh harapan tanpa arah.
"Aku tidak minta kamu segera datang, Arga," katanya. "Tapi aku butuh tahu, bahwa kamu benar-benar berjalan ke arahku."
Arga mengangguk. "Aku tidak janji mudah, tapi aku janji nyata. Doamu, itulah yang membuat aku kuat menapak. Aku ingin saat waktunya tiba, kita bukan lagi dua sahabat yang saling menunggu, tapi dua jiwa yang saling menemukan."
Najwa tersenyum, dan untuk pertama kalinya, ia merasa hatinya tenang.
Di antara perjuangan dan keraguan, mereka tidak saling menggenggam, tapi saling mendoakan. Dan dalam doa yang tulus, dua jalan perlahan membentuk satu arah.
Hari-hari berlalu, waktu berjalan seperti air yang sabar mengikis karang. Arga semakin sibuk dengan pekerjaannya, memperkuat pondasi hidup yang tengah ia bangun. Sementara Najwa, tetap aktif di komunitas, tetap menjadi cahaya yang tak redup meski hatinya sesekali dilingkupi gelisah.