"Harimau juga dianggap penyeimbang ekosistem dengan memangsa babi hutan dan satwa herbivora lainnya," ujar Agung ketika saya hubungi, 16 September 2025.
Konflik Manusia-Harimau dalam Sejarah
Konflik antara manusia dan harimau tetap terjadi namun hingga sebelum perang masih boleh insidentil. De Limburger 29 Oktober 1930 mengungkapkan serangan seekor harimau di dekat Celah Subang, Nagari Painan, Pesisir Sumatera Barat yang menyebabkan seekor kambing, seekor sapi dan seekor kerbau dalam kurun waktu seminggu dimanga "Harimau Tuan"
De Sumatra Post pada 3 Februari 1941 memberitakan seorang warga Kampung Daalam di Sijunjung meninggal diserang aharimau ketika sedang pergi ke ladang.
Pemerintah Kolonial di Sumatra menggunakan racun untuk membunuh harimau awal 1900-an dalam jumlah terbatas, serdadu dan polisi kerap menembak harimau.
Pasca perang harian Suara Rakjat, Sumatera Selatan edisi 26 Februari 1952 mengungakapkan sekitar dua aratus warga meninggal di kawasan Musi Ilir dan Rusi Rawas akibat serangan harimau.
Serangan ini bermula lima tahun sebelumnya ketika harimau turun gunung memangsa sapi, kambing dan menyerang manusia. Harian itu menduga sewaktu Perang Kemerdekaan hingga bubarnya Negara Sumatera Selatan banyak mayat yang tak dikubur menjadi santapan harimau.
Sejak lima tahun sebelumnya (1947) kuncing besar ini kerap turun gunung, mengacau bukan saja memangsa ternak seperti sapi, kambing, tetapi juga manusia. Perang kemerdekaan hingga bubarnya Negara Sumatera Selatan (NSS) membuat banyak mayat berserakan dan tak dikubur menjadi santapan harimau.
Laporan lain yang pernah saya dapat di Fikiran Rakjat 4 Februari 1955 ketika banjir badang menghantam kawasan Jambi. Laporan itu menyebutkan tidak terlalu jelas di mana lokasinya, tetapi disebutkan seekor harimau betina dan dua ekor anaknya mengancam pengungsi di sekitar Hutan Kerinci.Â
Rupanya mereka  terjebak oleh banjir. Polisi kemudian menembak mati induknya dan memlihara dua ekoer anaknya di tangsinya di Kota Jambi. Hanya saja belum jelas kedua anak harimau dikemballikan ke habitat atau ke kebun binatang.  Fikiran Rakjat menyebutkan selama Januari 1955, sebanyak 40 orang meninggal akibat serangan harimau.
Sementara Pikiran Rakjat 4 Mei 1958 menuturkan sejak akhir 1956 hingga triwulan pertama 1958 sekira 25 orang warga Batu Lunggu, Lampung menjadi kegaanasan harimau.