Aku pun memakai perempuan kampung dan menyimpan pakaian dari Titanium termasuk perisai kamuflase dan senapan inframerah di bawah ranjang hingga tidak diketahui Jaka Tarub.
Waktu di Bumi berlangsung lebih cepat dan aku hamil. Keputusan tidak aku sesali, setidaknya aku punya keluarga sambil menunggu bala bantuan dari Titanium berapa tahun lagi. Dzulqarnaen pasti disemprot Teteh Rhyma. Juga saudara-saudaraku karena berani melanggar larangan untuk ke Bumi.
Setahun berlalu kami punya anak bernama Dewi Nawangsih. Â Ladang di sekeliling Kampung Widodareni subur dan panen tiga kali setahun dengan hasil berlimpah hingga bisa disetor ke Majapahit. Ratu pun puas. Â Dia punya sahabat sebaya seorang pangeran bernama Brawijaya.
Saking respeknya pada Jaka Tarub, pangeran kerap menyamar berkunjung ke kampung. Jaka Tarub pun mengenalkan aku dan Nawangsih pada Brawijaya.
"Anak panjenengan cantik seperti ibunya," puji Brawijaya.
Hanya satu yang aku pinta pada mereka jangan serakah mengambil beras, terutama yang unggulan, jaga keberlanjutannya. Â Memang bisa dipanen empat kali, tetapi itu berbahaya bagi hara dan kemampuan bibit padi Titanium.
Hingga tahun kedua berlalu, tidak ada tanda-tanda Guru Minda kembali. Entah apa mereka diskusikan di sana. Tapi masih ada dua tahun lagi. Â Timbul pertanyaan di diriku, jika pesawat penjemput tiba dan mengambil aku, apakah Jaka Tarub dan Dewi Nawaningsih akan ikut kami? Atau tetap tinggal?
Namun rasanya tidak mungkin dia tinggal. Menjelang tahun ketiga, Pak Ripto memilih tapa dan menyerahkan jabatan kepala kampung pada Jaka Tarub. Â Brawijaya pun mendukung dan lebih sering ke kampung.
"Keraton sedang tidak aman Jaka, ada perebutan tahta akan terjadi. Aku lebih suka di sini," ujar dia.
Aku mendengarkan dengan seksama. Â Aku pernah memergoki berapa penyelusup dalam berapa hari ini hendak membunuh Jaka Tarub. Hiyang yang bisa membaca pikiran memberitahu aku. Â Rupanya ada yang tidak senang Brawijaya punya sekutu di Kampung Widoreni.
Diam-diam aku menembak dua di antara mereka dengan senapan inframerah di luar desa menjelang maghrib, setelah mereka membunuh seorang petani dengan keji. Â Tentu saja laporanku kepada Jaka Tarub penyusup lari, padahal jadi debu.