Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Nawang Wulan Turun ke Bumi (2)

6 April 2025   20:19 Diperbarui: 6 April 2025   20:19 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: https://www.anakbisa.com/kb/legenda-jaka-tarub-dan-tujuh-bidadari/

"Manusia tidak selugu kita kira!" ujarnya. "Ada dua sosok kemari, satu manusia dan mungkin satu lagi mahluk buas yang dikejar Hiyang karena dianggap berbahaya. Tapi yang manusia tinggal satu menit dan mengambil sesuatu kemudian pergi!"

Kami berpandangan dan kemudian keluar dari telaga. Begitu sampai di tepi ternyata hanya enam pakaian berisi peralatan untuk melayang dengan selendang hilang.  Aku pucat karena itu punya aku.

"Masih ada waktu berapa jam untuk mencari," kata Mawar Merah.  "Sebaiknya mandi dengan sabun antiseptic yang kita bawa. Kita nggak tahu adaptasi tubuh di Bumi karena lahir di Titanium. Tenang Nawang!"

Kami segera mandi dengan sabun anti septik lalu berpakaian.  Aku mengenakan pakaian baru tanpa dilapisi baju selendang seperti enam saudara dan temanku.  Hiyang juga datang membawa sesosok mahluk besar yang dilumpuhkannya.

"Bukan kita saja yang datang ke Bumi. Ada yang lebih dulu tinggal di sini dan ada mahluk lain yang bersekutu dengan manusia jahat," Hiyang bicara melalui telepati.

"Sibrokokok, untuk apa dia kemari? Mengubah sejarah?" ucap Melati Putih.

"Untuk apa juga dia mencuri pakaianku?" gerutu aku."Naksir? Kenapa nggak kenalan saja? Kan belum tentu aku tolak?"

Baru saja Hiyang Kucai meletakkan mahluk itu yang sama tingginya dengan dia, mahluk itu sadar dan kemudian menghilang karena juga punya kemampuan kamuflase.

"Jangan dikejar. Nanti kepancing lagi!"  seru Mawar Merah.

Kami kemudian beriringan memasuki hutan memperhatikan jejak kami dengan peralatan sensor sampai menghilang ke batas ladang padi. Tentunya masih tradisional. Aku sudah membawa bibit padi dari Titanium dan sebagian beras di tas akan kuberikan kepada penduduk kalau sempat.

Sekitar ratusan metera kami memandang ladang padi tampak beberapa rumah kayu di kejauhan, di antara ada berbentuk pendopi. Jejak menghilang di ladang padi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun