"Perubahan iklim dan resistensi antibiotik adalah dua masalah kesehatan terbesar saat ini. Para peneliti mulai melihat bagaimana mereka terhubung," ujar Yeh.
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2022 mengungkapkan infeksi darah manusia yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoea, Escherichia coli, dan Salmonella yang kebal antibiotik menjadi setidaknya 15% lebih umum dibandingkan tahun 2017.
"Kita sedang menuju ke arah yang lebih baik. sebuah dunia di mana lutut Anda tergores, melahirkan atau menjalani prosedur bedah sederhana dapat membunuh Anda. Ini sangat menakutkan," papar Yeh.
Masalah utamanya adalah antibiotik sering digunakan secara berlebihan atau disalahgunakan untuk melawan infeksi pada manusia, hewan lain, dan tumbuhan.
Bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap obat melalui mutasi DNA yang mengubah dinding sel bakteri.
Akibat mutase itu  antibiotik tidak dapat bekerja, atau memberikan kemampuan untuk memecah antibiotik atau memompanya keluar sel.
Strain yang menjadi resisten juga dapat berbagi gen resistensi antibiotik dengan bakteri lain, terutama jika antibiotik yang salah diberikan untuk mengobati infeksi.
Begitu juga jika obat yang tepat diberikan dengan dosis yang tidak cukup untuk membunuh mikroorganisme, maka mikroba memiliki lebih banyak waktu untuk berkembang biak dan mengembangkan atau menyebarkan resistensi.
Perubahan kondisi cuaca yang membantu bakteri berkembang biak juga berperan. Â Bencana yang disebabkan oleh cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, angin topan, dan kebakaran hutan dapat memperburuk masalah ini.
Bencana tersebut  kerap mengurangi akses terhadap air bersih, sehingga menyebabkan kondisi yang tidak sehat. Ketika cedera dan infeksi mulai meningkat, semakin banyak orang yang menggunakan antibiotik, sehingga meningkatkan kemungkinan berkembangnya resistensi.
Penelitian Universitas Maryland dan Tiongkok