Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dokumentasi (1) Selusur Sungai Musi 2015

23 Januari 2022   12:10 Diperbarui: 23 Januari 2022   12:14 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di depan Jembatan Ampera Palembang 2015/Dokumentasi pribadi

Panjang benteng ini mencapai 289 meter, lebar 184 meter, tinggi sekitar 10 meter. Semen perekat bata menggunakan batu kapur yang diambil dari daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur.

Pada saat peperangan melawan penjajah Belanda pecah pada 1819, terdapat sebanyak 129 pucuk meriam berada di atas tembok Kuto Besak. Sementara pada peperangan 1821, hanya ada 75 pucuk meriam di atas dinding Kuto Besak dan 30 pucuk di sepanjang tembok sungai.

Sejak awal abad ke-19, wilayah Kesultanan Palembang Darussalam menjadi rebutan Belanda dan Inggris. Posisinya sebagai penghasil lada strategis dan juga untuk mengamankan daerah Bangka yang merupakan penghaisl timah.

Untuk mengamankan wilayah tersebut, Belanda mengirimkan Herman Warner Muntinghe, seorang sarjana hukum yang menjabat sebagai komisaris pemerintah kolonial di kawasan Palembang dan sekitarnya.

Pada masa itu, Kesultanan Palembang dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin II yang  tidak menjalin persahabatan dengan Belanda. Ketika Inggris menyerbu Jawa pada  1811, Sultan Badaruddin II menyerang garnisun Belanda di Palembang. Penyerangan yang dilakukan Kesultanan Palembang itu menewaskan 87 orang, 24 di antaranya orang Belanda totok.

Sumber Belanda (1) menyebut kedua  perang  di Palembang merupakan ekspedisi hukuman dari Tentara Kerajaan Hindia Belanda ke Palembang pada tahun 1819 dan 1821. Hubungan antara Sultan Mahmud Badaruddin II dari Palembang dan pejabat Kolonial belanda,  Constantin Johan Wolterbeek, CJ officiermissaris Muntinghe sudah agak tegang pada 1818.

Dalam perjalanan dari Muntinghe ke pedalaman, di mana masih ada detasemen Inggris, sultan bersiap-siap menyerang penguasa Belanda, dengan mengerahkan gerombolan bersenjata dan segala macam persiapan.

Perang pertama pecah pada Juni 1819, ketika pasukan Belanda gagal menembus benteng dan menduduki keraton Sultan Badaruddin II.  Pasukan ini mundur menunggu bala bantuan dari Bangka, tetapi kapal perang Belanda memblokade muara sungai.

Perang pertama dimenangkan Palembang. Pada November 1819, Inspektur Jenderal tambang timah, Smissaert tewas. Meskipun Belanda juga berhasil menewaskan Raden Klink Kepala Bajak Laut di Pulau Lepar yang merupakan sekutu Palembang. 

Pada perang pertama, pasukan Belanda mengalami kerugian 46 tewas dan 97 luka-luka. Muntinghe mundur ke Batavia meminta bantuan.

ilustrasi pertempuran Sungai Musi-De beschieting van Palembang, Sumatra, 24 juni 1821, Martinus Schouman
ilustrasi pertempuran Sungai Musi-De beschieting van Palembang, Sumatra, 24 juni 1821, Martinus Schouman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun