Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Tengah Malam Jahanam (1)

15 Agustus 2021   21:37 Diperbarui: 15 Agustus 2021   21:50 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Foto: http://www.bowsandcurtseys.com/2011/08/midnight-forest-enticing-emerald-eyes.html

SATU

Dewi Sundari, reporter Biro Bandung tiba-tiba mengirim pesan WhatsApp kepadaku agar ikut hadir kopi darat WA Grup yang memang saya ikuti "After Midnight", grup orang-orang karena berbagai alasan melewati tengah malam.

Pertemuan dilakukan tengah malam minggu di sebuah kafe  di kawasan Dago Atas, Bandung. Sesuai dengan nama grupnya acara puncaknya  melewati tengah malam.  Semua anggota grup yang terdiri dari empat belas orang konfirmasi hadir, kecuali aku.  Posisi aku kebetulan ada di Bandung menghadiri acara keluarga, resepsi pernikahan salah seorang sepupu.

"Kang Rivai jemput Sundar di rumah" demikian pesan WhatsAppnya.

Sundari, demikian nama panggilannya, karena dia tidak mau dipanggil Dewi, memang dekat dengan aku, redaktur sebuah media daring.  Sebetulnya kami pernah mengalami kejadian menegangkan sewaktu sama-sama berjaga di shift malam beberapa minggu lalu, ketika suatu kejadian misterius membuat sejumlah orang hilang di sejumlah tempat.

Kami dari "Membaca Indonesia" kehilangan reporter Hendaru yang hilang bersama Iptu Pratomo sebuah tim buser yang mengintai sebuah aksi geng motor di kawasan kota tua Jakarta.  Polisi dan masyarakat mulanya menduga itu ulah geng motor yang dipimpin Berti, seorang anak pejabat tinggi.

Tetapi Berti dan tujuh rekannya juga hilang dan tinggal motor mereka tergeletak. Ayahnya seorang petinggi di sebuah kementerian sempat menuding polisi melakukan operasi petrus, namun dia kemudian menarik laporannya. Investigasi Komnas HAM maupun internal tidak menemukan tanda-tanda pergumulan. Sepertinya mereka hilang begitu saja.

Kesaksian Lukman yeng mengaku diculik oleh Berti dan kawan-kawannya bahwa ada "sesuatu" yang menyergap mereka diabaikan. Lukman, anak SMA yang kerap mengalami perudungan atau dibully oleh Berti, dianggap terganggu jiwanya. 

Apa yang terjadi? Ada informasi yang diduga hoaks mereka diserang segerombolan mahluk mirip mitologi vampir.  Aku nyaris menduga demikian berdasarkan keterangan yang aku kumpulkan termasuk dari Lukman, anggota "After Midnight" juga. Sekalipun pesan suara dari Lukman melalui WA-nya mirip dengankepak kelelawar ukuran besar.

Apakah media fokus pada hilangnya sejumlah orang ini? Oh, tidak. Media lebih tertarik pada pemilihan Presiden yang akan digelar dalam waktu dekat atau soal investasi asing. Kami dari Membaca Indonesia juga harus berupaya untuk tidak lupa. Masalahnya belum pasti Hendaru dan delapan polisi yang bersamanya itu tewas atau hilang, karena tidak ada mayatnya.

Lagi pula isunya juga bersaing dengan viralnya benda-benda asing di sejumlah tempat, termasuk di atas kota Bandung. Apakah itu mahluk asing yang sedang mengamati Bumi?  Peneliti muda dari Lapan, Yuyi Namara yang saya konfirmasi bersama Sundari hanya tertawa saja.

"Ah, Akang bisa saja.  Itu bisa kapal antariksa dari Bumi juga. Bukankah beberapa negara maju sudah merencanakan untuk bermukim di Mars? Tapi jangan dimuatlah gaduh nanti, bilang saja dari saya mah gejala awan, itu fenomena awan. Radar kami tak menangkap," ucapnya waktu itu.

Rumor yang berkembang bahwa Bandung Gedebage Technopolis yang kini sedang dibangun juga sedang membangun pesawat angkutan antariksa untuk semacam kapal Nabi Nuh, seperti halnya bakal dilakukan negara lain. Sejumlah ilmuwan sudah mendapatkan titik planet lain, kalau seandainya kerusakan lingkungan di Bumi memberikan efek buruk, maka akan dicari cara mengungsikan manusia. 

"Ngawur, duit dari mana? Ha..ha..ha.. Akang dapat dari ilmuwan gila yang berhenti dari lembaga kami itu, Kang Jaka Munandar," tutur Yuyi Namara.

Jaka Munandar memang sumber kami yang membocorkan. Dia bahkan menyebut bahwa ilmuwan Bandung Gedebage Technopolis  dibantu sejumlah ilmuwan tak dikenal sedang membuat pesawat yang bisa menembus lubang cacing dan sudah menemukan sebuah planet yang bisa didiami manusia.

Kabar itu juga sering kami dengar bahwa Amerika Serikat, Jepang sedang menyiapkan pemukiman manusia di planet lain. Tetapi menurut Yuyi semua baru konsep.

Tetapi  dia membenarkan bahwa sudah ada prototipe pesawat baru yang dikembangkan di Gedebage Technopolis.  Dia bilang "off the record".  "Pesawat itu baru bisa digunakan untuk menyelam, sekaligus terbang  sampai di batas atmosfer."

"Lalu soal hilangnya sejumlah pesawat secara misterius?" Sundari mencecar.

"Kalian ini pasangan X-Files (2), ya?" katanya. "Jangan menulis kabar yang buat takut masyarakat. Kemungkinan pesawat itu jatuh. Seperti pesawat yang membawa kawan kalian Alif Muharam itu (1)

Ketika kami hendak pamit, Yuyi mengantarkan sambil berbisik. "Kalau kalian dapat tawaran tinggal di Mars, bagaimana?"

Giliran aku dan Sundari tertawa. "Berdua dengan Akang ini?" tunjuknya pada aku. "Keenakan dia, aku kan geulis dan pintar dandan. Pakaian  dan rambut Kang Rivai acak-acakan! Ya, tapi dia orang baik, kok!"  Omongannya ceplas-ceplos kalau pada diriku dan aku paham kelakuannya.

Giliran Yuyi tertawa." Ha, Mulder juga begitu, Scullynya apik banget!"

Aku mendadak jadi gugup.

"Oke, deh kalau ada info penting aku kasih pakai pesan suara ya?" Yuyi tahu aku salah tingkah. Dia mencoba mengalihkan perhatian Sundari.

"Hatur Nuhun," ucap Sundari.

Redaksi "Membaca Indonesia" hanya memuat berita bantahan soal benda asing sebagai UFO hanya sebagai gejala alam.   

Bagaimana dengan media luar? Berita ketegangan antara Tiongkok dengan Amerika Serikat di Laut China Selatan, Iran dengan Israel lebih menenggelamkan berita orang-orang hilang yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berapa tempat dunia.  Analisis beberapa pengamat kemungkinan Perang Dunia ketiga meletus kembali mencuat. 

"Mengapa Mat Setiawan, korlip kita begitu bersemangat menganggap sosok Dhimas Haris, anak muda seorang pejabat yang disebut sebagai calon presiden?" tanya Sundari ketika aku menjemputnya di rumahnya di kawasan Antapani, sekitar pukul sepuluh malam.

"Kepo aja kamu, tapi memang dia dekat Dhimas. Ingin jadi komisaris, barangkali, kalau Dhimas menang" jawab aku berseloroh  sambil menyilakan dia masuk ke taksi daring yang aku pesan.

Kedua orangtuanya mengawasi dari pagar. Mereka percaya padaku karena Sundari sering menceritakan soal aku.  Memang kami pernah beberapa kali jalan bersama, walau sebetulnya hanya jalan-jalan, bukan liputan. Tetapi karena aku setiap menjemput dan selalu mengantarkan kembali sampai ke gerbang rumahnya, ya, jadi dipercaya.

Sebetulnya Sundari bisa sendiri langsung ke kafe di kawasan Dago Atas itu, karena lazimnya rata-rata cewek yang pernah kuliah di jurusan jurnalistik tomboi, sekalipun dia kerap tampil modis. Untuk liputan sendiri, hal biasa dilakukannya.  Termasuk melakukan investigasi terkait lingkungan hidup desk kami, bahkan juga soal kriminal.  Selama ini aman-aman saja.

Kami memang punya kepedulian sama. Pernah waktu kami jalan bersama menelusuri patahan lambang, kami menemukan sepasang  burung berbulu bagus terkena jerat sekelompok remaja kota. Entah species apa, bulunya bagus, berwarna biru mengkilat.

Lalu kami mengusir tiga anak remaja itu dan bilang bisa saja burung jelmaan mahluk jejadian, karena hutan itu angker.  Seorang tua yang lewat kebetulan warga sana membenarkan, hutan itu punya penunggunya. Akhirnya mereka ngacir, kami masing-masing melepaskan burung itu.

Percaya atau tidak? Kedua burung itu terbang mengitari kami. Lalu hinggap di dahan menyaksikan kami berlalu. Tetapi pas ditengok, kedua burung berbulu biru itu hilang, mungkin sudah pergi.

Supir taksi daring kami mengambil jalan pintas karena jalan ke Dago Atas macet di malam minggu ini. Namanya Charles, mengaku mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata yang mencari penghasilan membiayai kuliahnya. Dia mengambil jalan yang keluarnya dari atas  dan bukannya dari Jalan Juanda tengah kota.

Aku memperhatikan sekilas wajah Sundari yang tampaknya tegang sejak kami masuk mobil. Tidak biasanya selalu ceria, apalagi ini acara untuk senang-senang.

"Kunaon?"

"Nggak apa-apa," katanya."Oh, Jam Siji kirim WA bahwa dia juga OTW ke Dago Atas kena macet di Jalan Merdeka," Sundari seolah mengalihkan pembicaraan.

Yang disebut Jam Siji adalah Chandra Sugiharto, penyair dan cerpenis dari Yogyakarta yang mengidap insomnia akut, kerap mendapat inspirasi jam satu dini hari.

Taksi daring kami melewati jalan yang cukup sepi  masih banyak pepohonan di kiri dan kanan dan sedikit rumah.  Firasat aku mendadak buruk melihat wajah Sundari yang mendadak gelisah dan hujan lebat turun hingga suasana makin kelam mungkin mati lampu.

Pengalaman menakutkan waktu shift malam muncul lagi.  Tapi bukan itu yang aku cemaskan, tetapi lampu beberapa mobil yang membuntuti taksi daring kami.

"Kamu investigasi apa? Kok nggak cerita sama aku?" bisik aku.

"Belum matang Kang!" jawabnya pelan. "Aku takut ditertawakan!"

"Sudah berapa lama?"

"Kemarin aku ditelepon seorang cewek entah dapat dari mana nomor aku mengaku korban perdagangan manusia. Sempat ketemuan di BIP, sorenya dan dia cerita dibawa dari desanya di Ciamis, untuk jadi pekerja di kafe Batam. Tapi dia dikumpulkan bersama rekannya di sebuah rumah Bandung," tutur Sundari.

Aku mencium bahaya. Mungkin Sundari secara tak sengaja menemukan sebuah sindikat besar.  Bisa aku tebak bahwa hari ini nomor cewek tidak bisa dihubungi lagi dan Sundari tidak tahu bahwa dia sudah dilacak. 

Mobil dengan lampu depan menyilaukan memepet taksi daring kami mendadak. Charles terkejut dan tidak bisa menguasai kendaraan, jalan licin akibat hujan deras dan taksi daring kami meluncur meninggalkan jalan dan terguling beberapa meter ke bawah.

Aku masih sempat melihat Charles terlempar keluar. Pintu depan terlepas. Aku segera mendekap Sundari terutama kepalanya dan melindungi kepalaku dengan tas ransel.  Lalu mobil kami tertutup pohon-pohon yang tumbang.

Kepala terasa berkunang. Aku mendengar suara beberapa orang di luar berteriak di luar. Seperti sorak sorai kemenangan. "Mampus kalian! Usil urusan orang!"

Tetapi kemudian suara mereka berganti dengan teriakan dan ada tembakan di sela gemuruh hujan. Ada suara yang aneh. Raungan bercampur jeritan. Ada hal lain.  Aku hapal kepakan sayap yang dikirip anak yang dibully waktu shift malam beberapa waktu lalu. Begitu mengerikan. Rasanya kami mengalami tengah malam jahanam.

Hanya lima menit, lalu suara senyap diganti suara mengunyah, entah apa yang mengunyah apa. Suara itu tenggelam dalam hujan. Telingaku juga menangkap langkah-langkah menuju tempat kami di antara suara hujan dan angin kencang. Aku mendekap Sundari agar setidaknya aku dulu yang mati, kalau mahluk itu ada.  Aku berbisik: "Aku sayang kamu Sun! Aku ikhlas mati untukmu!"  Semua lepas begitu saja dari mulutku. 

Kemudian aku melihat cahaya terang menyelimuti di luar  mobil yang terguling.  Menyilaukan mata. Ada sesuatu yang besar mengangkat kami berdua keluar dengan perlahan. Aku tak berani melihat. Aku pasrah dan terus mendekap Sundari sebisa mungkin melindunginya. Aku siap jadi perisai terakhirnya. Mungkinkah ini awal kematian dan yang mengambil kami  malaikat maut?  (Bersambung)

Irvan Sjafari

Catatan.

(1) https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/59055545cb23bdc46d44beed/novel-koloni-14?page=all 

(2) X-Files serial televisi fiksi ilmiah karya Christ Carter (Amerika Serikat) antara 1993-2018 dengan tokoh utamanya Mulder dan Scully. Informasi instan di https://en.wikipedia.org/wiki/The_X-Files

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun