Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Tengah Malam Jahanam (1)

15 Agustus 2021   21:37 Diperbarui: 15 Agustus 2021   21:50 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Foto: http://www.bowsandcurtseys.com/2011/08/midnight-forest-enticing-emerald-eyes.html

Lalu kami mengusir tiga anak remaja itu dan bilang bisa saja burung jelmaan mahluk jejadian, karena hutan itu angker.  Seorang tua yang lewat kebetulan warga sana membenarkan, hutan itu punya penunggunya. Akhirnya mereka ngacir, kami masing-masing melepaskan burung itu.

Percaya atau tidak? Kedua burung itu terbang mengitari kami. Lalu hinggap di dahan menyaksikan kami berlalu. Tetapi pas ditengok, kedua burung berbulu biru itu hilang, mungkin sudah pergi.

Supir taksi daring kami mengambil jalan pintas karena jalan ke Dago Atas macet di malam minggu ini. Namanya Charles, mengaku mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata yang mencari penghasilan membiayai kuliahnya. Dia mengambil jalan yang keluarnya dari atas  dan bukannya dari Jalan Juanda tengah kota.

Aku memperhatikan sekilas wajah Sundari yang tampaknya tegang sejak kami masuk mobil. Tidak biasanya selalu ceria, apalagi ini acara untuk senang-senang.

"Kunaon?"

"Nggak apa-apa," katanya."Oh, Jam Siji kirim WA bahwa dia juga OTW ke Dago Atas kena macet di Jalan Merdeka," Sundari seolah mengalihkan pembicaraan.

Yang disebut Jam Siji adalah Chandra Sugiharto, penyair dan cerpenis dari Yogyakarta yang mengidap insomnia akut, kerap mendapat inspirasi jam satu dini hari.

Taksi daring kami melewati jalan yang cukup sepi  masih banyak pepohonan di kiri dan kanan dan sedikit rumah.  Firasat aku mendadak buruk melihat wajah Sundari yang mendadak gelisah dan hujan lebat turun hingga suasana makin kelam mungkin mati lampu.

Pengalaman menakutkan waktu shift malam muncul lagi.  Tapi bukan itu yang aku cemaskan, tetapi lampu beberapa mobil yang membuntuti taksi daring kami.

"Kamu investigasi apa? Kok nggak cerita sama aku?" bisik aku.

"Belum matang Kang!" jawabnya pelan. "Aku takut ditertawakan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun