“Kami sama-sama orang Bandung Kang Alif!” ujar Elin. “Panjang ceritanya bisa sampai ke mari. Yang jelas saya dan Lidya menemukan kedamaian di tempat ini.”
“Faiz di blok mana?”
“Dia ada di sini. Mau bikin tulisan tentang anak tawon, nih Ristia calon Ketuanya?” ujar Lidya.
“Ya, Majalah Insekta belum punya ide. Katanya kamu bisa terbang cepat dengan tawon? Lebih cepat waktu di pantai?”
“Mau coba?” tanya Ristia. “Tetapi kalau aku bonceng, nanti dimarahi Kak Zahra. Tahu nggak dia sampai keliling para gadis di negeri ini untuk tidak dekat dengan Pangeran dia.”
“Semua blok dia sudah singgah.” sela Elin.
Alif tertawa ngakak. Secara tak langsung dia menjadi populer.
Elin kemudian menatap Alif. “Ingin tahu bagaimana saya bisa sampai ke negeri ini? Sayang kami sudah janji tidak kasih tahu kamu.”
Alif menggerutu satu pulau atau satu negeri berkomplot semua. Mungkin mereka takut kalau dia keluar dapat membahayakan koloni.
“Kalau nggak salah ini bagian utara pulau di mana tempat terlarang itu?”
“Di balik tempat tinggal kami ada bukit. Itu daerah terlarang,” kata Ristia. “Batasnya makam para tetua yang meninggal ketika penyusup mau masuk ke negeri kami. Aku masih kecil waktu itu.”