Mohon tunggu...
Elen Pakpahan
Elen Pakpahan Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia SD Candle Tree Serpong

belajar mengajar, menulis dengan optimis, bercerita dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Senandung Rindu untuk Ibu

22 Desember 2022   07:52 Diperbarui: 22 Desember 2022   09:31 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://pin.it/63MqfGL

Mereka menyebutnya Ibu, sosok yang melahirkan, merawat, membesarkan, memberi makan, dan peduli setiap hari. Tidak seperti aku.

Mereka memanggilnya Ibu, sejak anak-anaknya dilahirkan, diberi pendidikan, sampai beranjak besar sekarang, terdengar menyenangkan. Bukan seperti aku.

Mereka menamainya Ibu, tokoh yang jadi panutan, teladan, dan kerap diberi penghargaan karena hormat dan rasa sayang. Bagaimana denganku?

Aku menyebutnya Ayah, yang tugasnya melebihi Ibu, hanya tidak pernah melahirkanku. 

Aku memanggilnya Ayah, yang mendidikku, menyekolahkan, bekerja sepanjang waktu, dan kutahu ia membanting tulang untukku.

Di mana Ibuku? Pernah kutanya pada ayah. Jawabannya hanya gelengan kepala dan air mata. Hanya bahu yang terangkat tanpa berani menatap. 

Ada yang ayah sembunyikan tentang Ibuku. Sepanjang waktu tak pernah diizinkan kutahu. Ayah bilang, "Ibumu hanya sebuah masa lalu. Jika kamu tahu mungkin kamu akan malu." Apalagi itu?

Mengapa aku harus malu? Apakah ibuku tak pernah mau mengaku bahwa ia punya anak yaitu aku?

Mengapa aku merasa malu? Jika mengenal saja tak pernah diberi kesempatan atau minimal sekadar harapan. 

Aku berharap akan tahu siapa ibuku. Aku ingin tahu di mana ia berada. Aku mau tahu apa alasannya tak berada di 'rumah'. Aku berkhayal tahu mengapa Ibu meninggalkanku.  Aku perlu tahu. Aku mencarimu, Ibu, dalam senandung rinduku.

---------------------

Hari-hari sepi. Bulan-bulan berjalan. Tahun pun berlalu, kini aku tak sendiri. Aku sudah menikah dengan pujaan hati. Anakku ada dua. Sulung laki-laki lima tahun namanya Deco, dari bahasa Latin yang artinya merindukan Tuhan. Bungsu perempuan tiga tahun namanya Amanda, dari bahasa Latin artinya dicinta. 

Mengapa aku menggunakan nama-nama dari bahasa Latin? Aku punya mimpi. Anak-anakku akan menjadi orang yang berpendidikan tinggi. Seperti bahasa Latin klasik yang digunakan oleh para pemimpin, kaum intelektual, dan penulis.

Deco dan Amanda tumbuh sempurna. Balita istimewa yang dikelilingi orang tua yang sayang seutuhnya seperti orang tua pada umumnya. Kami -aku dan istriku- selalu berdoa, mereka akan bertumbuh dan berkembang dalam cinta. Cinta orang tua yang tak akan malu pada masa lalu. 

Akhirnya aku tahu, sebulan sebelum menikah Ibu kandungku datang padaku. Didampingi dua orang perawat dari rumah sakit jiwa. Ternyata sepanjang hidupnya setelah Ibu melahirkanku ia dirawat di sana. Kakek dan Nenek dari Ayahku tak mengizinkan aku tahu siapa dan bagaimana Ibuku. Tapi akhirnya tembok keegoan mereka runtuh setelah Ayah bersikeras untuk mengenalkanku pada Ibu.

Tuhan, jika aku diperkenalkan sejak awal, aku tak tahu bagaimana alur cerita hidupku. Sepanjang hidupku hingga tiga puluh lima tahun berlalu, aku hanya bisa bersenandung. Senandung rindu untuk ibu kandungku yang ternyata sasar. Hilang ingatan setelah melahirkanku secara sesar. Sampai kapan pun, Renata -nama ibuku, dari bahasa Latin, yang artinya "dilahirkan kembali"- akan selalu berarti dan kucintai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun