**
Malam itu ,  malam tanggal 15 menurut  penanggalan Jawa, tak heran kalau  purnama sangat mempesona. Selepas Sholat Isya kita bertiga duduk di serambi musholla. Seketika aku melihat ke langit, subhanallah bulan mulai naik sedikit, tampak indah sekali. Sesekali juga aku mencuri--curi pandang wajah Uul yang hitam manis. Entah ada apa, malam itu tidak seperti malam-malam biasanya. Kita bertiga mengobrol agak serius. Sampai berjam-jam kita bertiga lalui.
       "Zak.. besok setelah lulus SMP, aku akan mondok bareng Siti, " Uul memulai obrolan kita bertiga."
       "Mondok ke mana?"
       "Pondok Pesantren Buntet Cirebon."
        "Mengapa harus ke Cirebon, apa di Pemalang tidak ada pondok yang bagus?'
       "Bareng masku, yang sudah lebih dulu mondok disana."
Aku menghela nafas panjang, mendengar kabar kalau Uul mau mondok. Bayang-bayang ketakutan kehilangan, Â terlintas dipikiran akan berpisah dengan Uul. Padahal aku mulai tertarik padanya. Manis senyumannya, sopan tutur katanya. Santun orangnya, luas referensi keaganaannya. Aku bakal rindu. Aku bakal kehilanganmu.
        Aku menoleh kepada Siti.
        "Apakah kamu yakin Sit...?"
       "Siti mengangguk, dengan pelan seraya berkata, " iya.. Zak."
