Kenapa Anak Muda Gampang Overthinking?
Overthinking. Penyakit yang sekarang banyak melanda  anak muda zaman now.
Padahal, dari luar, hidup anak muda sekarang kelihatan  mudah. Pesan makanan? Tinggal klik! Mau pergi? Tinggal pesan ojol. Semua serba instan. Tapi justru, yang gampang di tangan, belum tentu ringan di kepala.
Scroll Instagram lima menit,  sudah bikin kepala penuh penuh. Apalagi liat twitwar di  X alias twitter. Teman sudah punya mobil, kita yang bengong.  Belum lagi ada yang sudah nikah. Ada yang liburan ke Raja Ampat. Dulu kita cuma banding-bandingin tetangga sebelah, sekarang seluruh dunia malah jadi kompetitor.
"Aku kapan?"Â Itu pertanyaan yang nempel terus di pikiran. Mulalilah overthingking melanda...
Media sosial jadi biang keroknya.
Teman SMA upload foto tunangan, teman kuliah pamer bisnis, selebgram pamer apartemen mewah. Semua langsung masuk ke otak dalam hitungan detik.
Belum selesai urusan itu, orang tua sudah mulai tanya: kapan mapan? Padahal, cuma lulus saja sudah bersyukur banget. Cari kerja sekarang kalau tidak ada ordal, sulitnya minta ampun. Ada tes online, psikologi, wawancara tiga babak. Kalau gagal, surat penolakan suka hanya sebentar: "Terima kasih, tapi..."
Standar sukses makin tinggi dan cepat. Umur 25 belum punya apa-apa, ada yang anggap sudah ketinggalan zaman. Jadilah otak blenderyang  tak henti-henti muter. Gimana gak overthinking?
Efek dari Overthinking.
Korban pertama biasanya tidur yang berantakan.
Mata coba terpejam, lampu sudah mati, tapi otak masih nyala. Memutar-mutar masalah kecil yang besok pagi sudah lupa.
Besoknya? Bangun telat, badan lemas, mood amburadul.
Kepercayaan diri ikut turun. Salah email bisa dipikir minggu-minggu. Ditegur bos sedikit, merasa gagal total.
