Mohon tunggu...
Juli Prasetyo
Juli Prasetyo Mohon Tunggu... Guru SMAN 1 Porong Sidoarjo

Lahir di Sidoarjo Jawa Timur, Menjadi Guru adalah panggilan, pegiat budaya literasi dengan membudayakan membaca, menulis, kegiatan sastra, drama, puisi, seni dan pertunjukan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Lintas Garis (9): Detik-Detik Deadline

25 Maret 2025   15:00 Diperbarui: 24 Maret 2025   10:55 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(9)

Hari-H terakhir sebelum deadline pengumpulan proposal Lomba Bisnis Muda Sidoarjo tiba. Suasana di Lintas Garis Coffee pagi itu penuh dengan ketegangan dan semangat yang membara. Kami, Arman, Ragil, Rendra, dan Niken, sudah berkumpul sejak pagi buta untuk memastikan semua bagian proposal sudah sempurna. Anjani, adikku, juga ikut membantu dengan menyiapkan sarapan dan kopi untuk kami.

"Armannn, bagian analisis keuangan udah aku cek ulang. Semua angka udah akurat, dan proyeksinya realistis," kata Ragil sambil menutup laptopnya.

"Bagus sekali, Gil. Aku udah selesai ngecek bagian operasional dan rencana pengembangan kafe. Semuanya udah sesuai dengan konsep kita," jawabku sambil menghela napas lega.

Rendra yang sedang sibuk dengan desain presentasi tiba-tiba mengangkat kepala. "Presentasinya udah siap, guys. Aku tambahkan beberapa animasi biar lebih menarik. Kalian mau liat dulu?"

"Tentu saja!" sahut Niken antusias. "Aku penasaran sama hasilnya."

Rendra pun memutar presentasi di layar laptop. Kami semua terpukau dengan desain yang dia buat. Presentasi itu tidak hanya informatif, tapi juga sangat menarik secara visual.

"Wah, keren banget, Ren!" puji Ragil. "Ini pasti bakal bikin juri terkesan."

"Setuju," sahutku. "Kamu benar-benar jago desain, Ren."

Rendra tersenyum bangga. "Terima kasih, guys. Aku cuma berusaha yang terbaik buat tim kita."

Niken yang selama ini diam tiba-tiba ikut bicara. "Aku udah selesai ngecek bagian strategi pemasaran dan program loyalty card. Semuanya udah sesuai dengan data terbaru."

"Bagus sekali, Niken. Kamu benar-benar membantu kita," kataku sambil tersenyum padanya.

Setelah semua bagian proposal selesai, kami pun mulai melakukan review akhir. Kami duduk melingkar di meja sudut favorit kami, dengan proposal yang sudah dicetak dan laptop yang menampilkan presentasi.

"Oke, kita harus pastiin semuanya udah perfect," kata Ragil sambil membuka halaman pertama proposal. "Mulai dari cover, executive summary, sampai analisis keuangan."

Kami pun mulai membaca proposal secara detail, memastikan tidak ada kesalahan kecil yang terlewat. Setiap kali menemukan sesuatu yang perlu diperbaiki, kami langsung mendiskusikannya dan mencari solusi terbaik.

"Eh, di bagian strategi pemasaran, kayaknya kita perlu tambahkan data terbaru tentang tren konsumen," usul Niken tiba-tiba.

"Betul," sahut Ragil. "Aku punya data terbaru dari riset pasar kemarin. Aku bisa tambahkan di sini."

Kami pun bekerja cepat, mencoba menyelesaikan semua revisi sebelum siang hari. Anjani yang melihat kami sibuk ikut membantu dengan menyiapkan kopi dan camilan.

"Kakak, Niken, Ragil, Rendra, istirahat dulu deh. Kalian udah kerja dari pagi," kata Anjani sambil menaruh beberapa gelas kopi di meja kami.

"Terima kasih, Jani," jawabku sambil mengambil gelas kopi. "Kamu benar, kita butuh istirahat sebentar."

Setelah istirahat sebentar, kami pun kembali bekerja. Suasana di kafe semakin tegang seiring dengan berjalannya waktu. Deadline pengumpulan proposal adalah jam empat sore, dan kami tidak ingin terlambat.

"Armannn, kita harus segera selesaikan ini. Waktunya tinggal sedikit lagi," kata Rendra sambil menatap jam di dinding.

"Tenang, Ren. Kita hampir selesai," jawabku sambil mencoba menenangkan diri.

Akhirnya, setelah berjam-jam bekerja keras, proposal kami pun selesai. Kami semua merasa lega dan bangga dengan hasil kerja kami.

"Oke, semua bagian udah selesai. Sekarang tinggal print dan bawa ke tempat pengumpulan," kata Ragil sambil menutup laptopnya.

"Bagus sekali, guys. Kita udah berusaha maksimal," sahut Niken dengan senyum lebar.

Aku merasa bersyukur memiliki teman-teman seperti Ragil, Rendra, dan Niken. Mereka adalah bagian dari perjalanan Lintas Garis Coffee, dan bersama mereka, aku yakin kami bisa mewujudkan mimpi besar kami.

"Terima kasih, semua. Kalian benar-benar tim yang luar biasa," kataku dengan penuh rasa syukur.

Kami pun segera bergegas ke tempat pengumpulan proposal, dengan hati penuh harap dan doa. Detik-detik menjelang deadline terasa begitu menegangkan, tapi kami yakin, dengan kerja keras dan semangat kami, proposal Lintas Garis Coffee akan menjadi yang terbaik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun