Mohon tunggu...
Juli Prasetyo
Juli Prasetyo Mohon Tunggu... Guru SMAN 1 Porong Sidoarjo

Lahir di Sidoarjo Jawa Timur, Menjadi Guru adalah panggilan, pegiat budaya literasi dengan membudayakan membaca, menulis, kegiatan sastra, drama, puisi, seni dan pertunjukan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Lintas Garis (5): Anak Baru Bernama Niken

21 Maret 2025   15:00 Diperbarui: 20 Maret 2025   13:28 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(5)

Setelah diskusi seru di Lintas Garis Coffee, kami pun mulai bekerja keras untuk menyiapkan proposal bisnis yang akan kami ajukan dalam Lomba Bisnis Muda Sidoarjo. Ragil, dengan keahliannya dalam analisis data, segera merancang struktur proposal dan menghitung proyeksi keuangan. Rendra, yang memiliki jiwa seni, bertugas membuat desain presentasi yang menarik. Sementara aku, Arman, fokus pada pengembangan konsep dan strategi operasional kafe.

Hari-hari berikutnya diisi dengan rapat kecil di kafe setelah jam operasional berakhir. Kami duduk di meja sudut favorit, dikelilingi oleh laptop, kertas, dan secangkir kopi hangat. Anjani juga sering ikut memberikan masukan, terutama tentang ide-ide kreatif yang bisa menarik minat pelanggan muda.

"Kita harus punya unique selling point yang kuat," kata Ragil suatu sore, sambil menatap layar laptopnya. "Misalnya, kita bisa fokus pada kopi lokal yang diproduksi oleh petani Sidoarjo. Ini bisa jadi nilai tambah sekaligus bentuk dukungan kita pada UMKM lokal."

"Setuju," sahutku. "Kita bisa bikin campaign 'From Local, For Local'. Jadi, pelanggan tidak hanya menikmati kopi enak, tapi juga ikut berkontribusi pada perekonomian lokal."

Rendra menambahkan, "Kalau gitu, kita juga bisa bikin packaging yang menarik, dengan cerita tentang asal-usul kopi yang kita pakai. Jadi, pelanggan bisa lebih terhubung dengan produk kita."

Anjani yang sedang membersihkan meja di dekat kami tiba-tiba ikut nimbrung. "Kakak, bagaimana kalau kita juga bikin workshop tentang cara membuat kopi? Biar pelanggan bisa belajar langsung dari kita."

"Wah, ide bagus, Jani!" pujiku. "Itu bisa jadi kegiatan rutin kita. Selain menambah engagement, kita juga bisa menarik pelanggan baru."

Sementara kami sibuk berdiskusi, tiba-tiba pintu kafe terbuka, dan Pak Ghofur masuk dengan senyum khasnya. Beliau tidak sendirian---ada seorang perempuan muda berkacamata yang berdiri di sampingnya. Perempuan itu terlihat cantik dan cerdas, dengan aura yang ramah.

"Selamat sore, Arman. Lagi rapat ya?" sapa Pak Ghofur.

"Selamat sore, Pak. Iya, kami lagi siapin proposal buat lomba bisnis muda," jawabku sambil berdiri menyambut mereka.

Pak Ghofur mengangguk. "Bagus sekali. Oh ya, ini Niken, siswa baru di kelas dua belas. Dia pindahan dari Surabaya. Saya pikir kalian bisa berteman, karena Niken juga punya minat di bidang bisnis."

Aku langsung tersenyum pada Niken. "Halo, Niken. Selamat datang di SMAN 4 Sidoarjo. Aku Arman, dan ini teman-temanku, Ragil dan Rendra."

"Halo, Arman. Halo juga, Ragil dan Rendra," sapa Niken dengan sopan. Matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. "Aku dengar kalian punya kafe sendiri? Keren sekali!"

"Terima kasih," jawabku bangga. "Iya, ini kafe kami, Lintas Garis Coffee. Kalau ada waktu, kamu bisa mampir ke sini."

"Pasti!" sahut Niken antusias. "Aku suka banget sama kopi, dan aku juga tertarik sama dunia bisnis. Jadi, aku penasaran sama konsep kafe kalian."

Ragil yang selama ini diam tiba-tiba ikut bicara. "Kami sedang siapin proposal buat lomba bisnis muda. Kalau kamu mau, bisa ikut bantu kami. Pasti seru."

Niken tersenyum lebar. "Wah, boleh banget! Aku senang bisa ikut berkontribusi."

Rendra yang duduk di sebelahku langsung menambahkan, "Niken, kamu jago desain gak? Soalnya kita butuh bantuan buat bikin materi presentasi yang menarik."

"Aku lumayan bisa kok. Aku sering bantu teman-teman buat desain poster atau presentasi," jawab Niken percaya diri.

"Perfect!" seru Rendra. "Kita bisa jadi tim yang solid nih."

Pak Ghofur yang melihat kami langsung akrab tersenyum puas. "Bagus sekali. Saya senang kalian bisa bekerja sama. Niken, semoga kamu bisa belajar banyak dari Arman dan teman-temannya."

"Terima kasih, Pak Ghofur," jawab Niken dengan senyum manis.

Setelah berbincang sebentar, Pak Ghofur pun pamit pulang, sementara Niken bergabung dengan kami untuk melanjutkan diskusi. Kami menjelaskan konsep Lintas Garis Coffee dan rencana kami untuk lomba bisnis muda. Niken terlihat sangat antusias dan langsung memberikan beberapa ide segar.

"Bagaimana kalau kita bikin program kolaborasi dengan pelaku usaha lokal lainnya? Misalnya, kita bisa bekerja sama dengan toko kue atau penjual camilan tradisional. Jadi, kita bisa saling mendukung," usul Niken.

"Wah, ide bagus!" sahutku. "Itu bisa jadi nilai tambah buat proposal kita."

Ragil mencatat ide tersebut di bukunya. "Kita juga bisa bikin analisis dampak sosial dari program ini. Jadi, proposal kita tidak hanya fokus pada keuntungan, tapi juga kontribusi pada masyarakat."

Diskusi kami berlangsung hingga larut malam. Dengan kehadiran Niken, tim kami semakin solid dan penuh ide-ide kreatif. Aku merasa bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang hebat seperti Ragil, Rendra, dan sekarang Niken. Mereka adalah bagian dari perjalanan Lintas Garis Coffee, dan aku yakin, bersama mereka, kami bisa mewujudkan mimpi besar kami.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun