Mohon tunggu...
Julianto Supangat
Julianto Supangat Mohon Tunggu... Bug finder on all kind of agreement -

Nah inilah cacat bawaan semenjak lahir, selalu sulit mendeskrip kan who am I?

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pelajaran Dari Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

2 Februari 2014   00:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:15 2752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pelajaran pertama: Jangan sekali-kali bersumpah atas nama cinta.  Meski betapa besar sayang dan cinta kita pada pasangan.  Karena cinta bukanlah seperti sinetron Indonesia.  Yang mudah ditebak endingnya.

2. Korespondensi Hayati dan Zainudin tatkala harus memutuskan pinangan Aziz.

Tuan pilih sajalah istri yang lebih cantik dan lebih kaya daripada saya, dan marilah kita tinggal bersahabat buat selamanya. Kepada Aziz tak usah Tuan berkecil hati, dia tak salah dalam perkara ini. Tetapi sayalah yang telah mengambil putusan yang tetap buat bersuami dia; lawan saya musyawarat ialah hati saya sendiri, sehingga saya terima tawaran ninik mamak saya.
Dan saya harap Tuan lupakan segala hal yang telah berlalu, maafkan segala kesalahan dan keteledoran saya, sama kita pandang hal yang dahulu seakan-akan tidak ada saja.


Pelajaran kedua: berkompromilah dengan realitas.  Karena kompromi adalah realitas itu sendiri.  Meskipun dibungkus dengan pertimbangan mudharat-manfaat, kompromi sudah pasti mengorbankan idealitas.  Jangan menyalahkan pihak yang telah mencederai idealitasnya.  Tapi bayangkan bila anda sendiri yang berada pada posisi harus kompromi dengan realitas.  Meskipun untuk itu terasa menyakitkan pihak lain.

3. Tergoncangnya jiwa Zainudin , tak bisa menerima perkawinan Hayati-Aziz.

Tapi penonton sebelah kanan saya keterlaluan.  Mereka memaknai adegan guncangan jiwa Zainudin dengan tertawa.  Hanya dia yang tertawa.  Mungkin sense of humornya terlalu tinggi.  Padahal adegannya adalah Zainudin yang lemah lunglai, dan terbangun kala mendengar suara Hayati.  Dengan pandangan kosong zainudin pun meratap iba:

"Oh, ya, Hayati! Kau datang tepat pada waktunya! Telah saya sediakan rumah buat tempat tinggal kita. Sudah saya cukupkan alat-alat yang perlu dalam rumah itu.

Nanti saya ambil pakaian hitam saya, pakaian pengantin, ini Tuan Kadi (sambil mengisyaratkan matanya kepada dokter), sudah lama menunggu kedatanganmu untuk melangsungkan ijab kabul. Sehabis nikah kita akan berangkat ke Mengkasar, kita akan melihatn Butta Jum Pandang, akan ziarah ke kuburan ayah bundaku! Kita letakan disana bunga berkarang! Cantiknya kau hari ini! Baju berkurung begini memang sangat saya setujui! Bukankah dahulu seketika kita mula-mula bertemu, kau memakai baju berkurung juga! Ini selendang, selendang sutra putih, memang ini pakaian pengantin model sekarang"


Pelajaran ketiga:  Lupakan lah cinta yang tidak saling memiliki.  Omong kosong dengan mereka yang berkata:"Kurelakan engkau pergi dengannya.  Namun cintaku tetaplah untukmu".  Cinta harus saling memiliki.  Carilah cinta yang lain, bila cinta yang engkau harap, ternyata telah menjadi milik orang lain.  Namun janganlah mencari cinta lain, bila belum tumbuh cinta pada sesuatu yang telah kau miliki.  Karena cinta bagaikan bunga karang.  Ia bisa tumbuh dan berkembang.

4. Egoisme Zainudin, ditengah kepasrahan Hayati.

Sepeninggal aziz, menjandalah Hayati.  Rasa bersalah mengkhianati janjinya, mendorong Hayati menemui Zainudin.  Bagaikan menemukan momentumnya, Zainudin menutup pintu maaf Hayati dan berniat mengirimnya pulang ke Batipuh.

"Mengapa engkau menjawab sekejam itu kepadaku, Zainuddin? Lekas sekalikah pupus dari hatimu keadaan kita? Jangan kau jatuhkan kepadaku hukuman yang begitu ngeri! Kasihanilah seorang perempuan yang ditimpa celaka berganti-ganti ini."

Zainuddin menekur, sambil mengeluh dia berkata,"Ya, demikianlah perempuan, dia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya, walaupun kecil, dan dia lupa kekejamannya sendiri kepada orang lain walaupun bagaimana besarnya."

"Lupakah kau," katanya pula,"siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau telah berjanji, seketika saya diusir ninik mamakmu, sebab saya tak tentu asal, orang hina dina, tidak tulen Minangkabau. Ketika itu kau antarkan daku ke simpang jalan. Kau berjanji akan menunggu kedatanganku, meskipun akan berapa lamanya. Tetapi kemudian kau beroleh ganti yang lebih gagah, kaya raya, berbangsa beradat, berlembaga berketurunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun