Mohon tunggu...
Julianto Supangat
Julianto Supangat Mohon Tunggu... Bug finder on all kind of agreement -

Nah inilah cacat bawaan semenjak lahir, selalu sulit mendeskrip kan who am I?

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pelajaran Dari Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

2 Februari 2014   00:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:15 2752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jujur , saya nyesel sehabis nonton pilemnya!

Sudah lama - tepatnya kelas 2 SMP- 'Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck' kuingat kuat sebagai karya Hamka, selain Dibawah Lindungan Ka'bah.  Ya cuma sebatas menghapal pengarang dan judul karyanya.  Tak lebih dan tak kurang.  Hanya sekedar untuk mengikuti prosesi tanya jawab belajar mengajar bahasa Indonesia.

"Siapa penulis 'Layar Terkembang'?"  Murid-murid serentak menjawab: "Sutan Takdir Alisyahbana!".

"Sengsara Membawa Nikmat?"  Muridpun berteriak lantang,"Tulis Sutan Sati bu Guru..!".

"Kalo Aman Datuk Madjoindo?"  "Si Doel Anak Djakarta ...!"

Begitulah, kami hanya diajarkan untuk hapal pengarang dan karyanya saja.  Berikut klusterisasi pengarangnya ke dalam kelompok-kelompok sempalan macam pujangga lama, angkatan balai pustaka, pujangga baru, angkatan-angkatan periode berikutnya.  Kayak kritikus sastra saja kami saat itu bila sudah hapal diluar kepala semua karya berikut penulisnya.


Membacanya?  Nah itulah penyesalan saya!  Ternyata saya duluan nonton pilemnya.  Itupun pake acara terlambat pula.  Pas adegan berteduh di warung sehabis mengaji itulah cerita cinta bermula (versi masbuknya).

Karya sastra yang sebenarnya diperuntukkan sebagai kritik terhadap tradisi Minang saat itu seperti perlakuan terhadap orang berketurunan blasteran dan peran perempuan dalam masyarakat, seolah menemukan relevansinya dalam kehidupan sekarang. Apalagi adegan yang diramu dengan campuran tata artistik dan musik yang ciamik, mampu menggali simpanan emosional penonton.  Setidaknya ada 4 adegan yang membuat penonton di kanan, kiri, dan bawah saya terisak menahan tangis (kursi favorit saya, baris paling atas, tengah, bersebelahan langsung dengan anak tangga):

1.  Saat Hayati mengantar kepergian Zainudin dari Batipuh.

Romantisme yang mengharu biru muncul dalam percakapan melayu yang puitis.  Sumpah kedua insan yang sedang di mabuk cinta muncul berbalutkan sumpah sehidup semati.  Kerudung yang menjadi simbol kehormatan perempuan Minang pun dilungsurkan Hayati untuk Zainudin, sebagai pengikat janji.  Seolah keduanya sudah pasti menjadi suami istri.

"Kalau demikian, hari inilah saya terangkan di hadapanmu, di hadapan cahaya matahari yang baru naik, di hadapan roh ibu bapa yang sudah sama-sama berkalang tanah, saya katakan: Bahwa jiwaku telah diisi sepenuh-penuhnya oleh cinta kepadamu. Cintaku kepadamu telah memenuhi hatiku, telah terjadi sebagai nyawa dan badan adanya. Dan selalu saya berkata, biar Tuhan mendengarkan bahwa engkaulah yang akan menjadi suamiku kelak, jika tidak sampai di dunia, biarlah di akhirat. Dan saya tiadakan khianat kepada janjiku, tidak akan berdusta di hadapan Tuhan, dan di hadapan arwah nenek moyangku," ujar Hayati.
"Berat sekali sumpahmu Hayati!"

"Tidak berat, demikianlah yang sebenarnya, dan jika engkau kekasihku, berjalan jauh atau dekat sekalipun, entah tidak kembali dalam masa setahun, masa dua tahun, masa sepuluh tahun, entah hitam negeri Batipuh ini baru engkau kembali kemari, namun saya tetap menunggumu. Carilah bahagia dan keberuntungan kita kemana jua pun, namun saya tetap untukmu. Jika kita bertemu pula, saya akan tetap bersih dan suci untukmu, kekasihku, untukmu...


Pelajaran pertama: Jangan sekali-kali bersumpah atas nama cinta.  Meski betapa besar sayang dan cinta kita pada pasangan.  Karena cinta bukanlah seperti sinetron Indonesia.  Yang mudah ditebak endingnya.

2. Korespondensi Hayati dan Zainudin tatkala harus memutuskan pinangan Aziz.

Tuan pilih sajalah istri yang lebih cantik dan lebih kaya daripada saya, dan marilah kita tinggal bersahabat buat selamanya. Kepada Aziz tak usah Tuan berkecil hati, dia tak salah dalam perkara ini. Tetapi sayalah yang telah mengambil putusan yang tetap buat bersuami dia; lawan saya musyawarat ialah hati saya sendiri, sehingga saya terima tawaran ninik mamak saya.
Dan saya harap Tuan lupakan segala hal yang telah berlalu, maafkan segala kesalahan dan keteledoran saya, sama kita pandang hal yang dahulu seakan-akan tidak ada saja.


Pelajaran kedua: berkompromilah dengan realitas.  Karena kompromi adalah realitas itu sendiri.  Meskipun dibungkus dengan pertimbangan mudharat-manfaat, kompromi sudah pasti mengorbankan idealitas.  Jangan menyalahkan pihak yang telah mencederai idealitasnya.  Tapi bayangkan bila anda sendiri yang berada pada posisi harus kompromi dengan realitas.  Meskipun untuk itu terasa menyakitkan pihak lain.

3. Tergoncangnya jiwa Zainudin , tak bisa menerima perkawinan Hayati-Aziz.

Tapi penonton sebelah kanan saya keterlaluan.  Mereka memaknai adegan guncangan jiwa Zainudin dengan tertawa.  Hanya dia yang tertawa.  Mungkin sense of humornya terlalu tinggi.  Padahal adegannya adalah Zainudin yang lemah lunglai, dan terbangun kala mendengar suara Hayati.  Dengan pandangan kosong zainudin pun meratap iba:

"Oh, ya, Hayati! Kau datang tepat pada waktunya! Telah saya sediakan rumah buat tempat tinggal kita. Sudah saya cukupkan alat-alat yang perlu dalam rumah itu.

Nanti saya ambil pakaian hitam saya, pakaian pengantin, ini Tuan Kadi (sambil mengisyaratkan matanya kepada dokter), sudah lama menunggu kedatanganmu untuk melangsungkan ijab kabul. Sehabis nikah kita akan berangkat ke Mengkasar, kita akan melihatn Butta Jum Pandang, akan ziarah ke kuburan ayah bundaku! Kita letakan disana bunga berkarang! Cantiknya kau hari ini! Baju berkurung begini memang sangat saya setujui! Bukankah dahulu seketika kita mula-mula bertemu, kau memakai baju berkurung juga! Ini selendang, selendang sutra putih, memang ini pakaian pengantin model sekarang"


Pelajaran ketiga:  Lupakan lah cinta yang tidak saling memiliki.  Omong kosong dengan mereka yang berkata:"Kurelakan engkau pergi dengannya.  Namun cintaku tetaplah untukmu".  Cinta harus saling memiliki.  Carilah cinta yang lain, bila cinta yang engkau harap, ternyata telah menjadi milik orang lain.  Namun janganlah mencari cinta lain, bila belum tumbuh cinta pada sesuatu yang telah kau miliki.  Karena cinta bagaikan bunga karang.  Ia bisa tumbuh dan berkembang.

4. Egoisme Zainudin, ditengah kepasrahan Hayati.

Sepeninggal aziz, menjandalah Hayati.  Rasa bersalah mengkhianati janjinya, mendorong Hayati menemui Zainudin.  Bagaikan menemukan momentumnya, Zainudin menutup pintu maaf Hayati dan berniat mengirimnya pulang ke Batipuh.

"Mengapa engkau menjawab sekejam itu kepadaku, Zainuddin? Lekas sekalikah pupus dari hatimu keadaan kita? Jangan kau jatuhkan kepadaku hukuman yang begitu ngeri! Kasihanilah seorang perempuan yang ditimpa celaka berganti-ganti ini."

Zainuddin menekur, sambil mengeluh dia berkata,"Ya, demikianlah perempuan, dia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya, walaupun kecil, dan dia lupa kekejamannya sendiri kepada orang lain walaupun bagaimana besarnya."

"Lupakah kau," katanya pula,"siapakah di antara kita yang kejam? Bukankah kau telah berjanji, seketika saya diusir ninik mamakmu, sebab saya tak tentu asal, orang hina dina, tidak tulen Minangkabau. Ketika itu kau antarkan daku ke simpang jalan. Kau berjanji akan menunggu kedatanganku, meskipun akan berapa lamanya. Tetapi kemudian kau beroleh ganti yang lebih gagah, kaya raya, berbangsa beradat, berlembaga berketurunan.

Kau kawin dengan dia, kau sendiri memberi keterangan bahwa perkawinan itu bukan paksaan orang lain, tetapi pilihan kau sendiri.
Hampir saya mati menanggung cinta, Hayati! Dua bulan lamanya saya tergeletak di atas tempat tidur. Kau jenguk saya dalam sakitku, memperlihatkan kepadaku bahwa tangan kau telah berinai, bahwa kau telah kepunyaan orang lain.


Pelajaran 4:  Ujian kesabarannya sebenarnya bukan pada saat kita diremehkan, disalahkan, atau dihinakan.  Tapi ujian kesabaran yang sesungguhnya adalah ketika kita punya kesempatan untuk marah, untuk menghina ,  meremehkan bahkan memukulnya, namun tidak kita lakukan.  Jadi ingat nasihat kawan tatkala rasa marah membuncah pada seseorang:  Tulis rasa marahmu dengan sepenuh hati; Pilih kosakata yang menurutmu paling menyakitkan hati dan memberimu rasa puas.;  Lalu simpan; Baca ulang esok hari.

Tetap semangat..!

@Julianto Supangat :D

Note: Satu-satunya adegan yang mengganggu, mungkin tulisan :'Gelanggang Bukit Ambacang' kala pacuan kuda digelar. Itu ejaan EYD. Kalo menurut Om Ophusen yang benar: 'Gelanggang Boekit Ambacang'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun