Kelambanan ini berakibat pada ketidakmerataan realisasi. Hingga saat ini, banyak sekolah yang seharusnya menjadi penerima manfaat, belum tersentuh program ini.Â
Sekolah kami, SD Plus Al Ghifari di Kota Bandung, misalnya, sudah lama didata dan dicatat untuk penyediaan MBG, namun hingga saat tulisan ini dibuat, makanan bergizi itu tak kunjung tiba.
Ketidakmerataan ini menimbulkan pertanyaan: mengapa program sebesar ini bisa bergerak begitu lambat? Apakah perencanaan di awal sudah matang? Atau apakah koordinasi antara kementerian dan daerah begitu rumit sehingga menghambat penyediaan logistik?
Program MBG berpotensi besar, tetapi jika masalah keracunan terus terjadi dan penyaluran lamban, program ini akan menjadi "drama" yang merusak citra dan menakutkan masyarakat.Â
Pemerintah harus belajar dari keluhan di lapangan, terutama terkait higienitas dan kecepatan penyaluran.
Sangat disayangkan, program dengan niat sebaik ini harus terganjal oleh masalah teknis yang seharusnya bisa diantisipasi.Â
Anak-anak tidak boleh menjadi korban dari ketidakdisiplinan dalam pengawasan mutu. Program harus cepat, merata, dan yang terpenting, aman.
Kesimpulan
Evaluasi singkat terhadap dua program unggulan di sektor pendidikan pada akhir 1 tahun pemerintahan Prabowo Gibran ini menunjukkan adanya kesenjangan serius antara janji dan realita. Kesejahteraan guru honorer masih terkatung-katung, membuat para pengajar "berpuasa" dari haknya.Â
Sementara itu, program Makan Bergizi Gratis, meskipun berniat baik, justru menghadapi masalah serius berupa keracunan dan kelambanan, menyebabkan anak didik di beberapa tempat "muntah" dan di tempat lain belum menerima apa-apa.Â
Pemerintah perlu segera membenahi koordinasi, pengawasan mutu, dan mempercepat realisasi janji, terutama yang menyangkut hajat hidup guru dan kualitas asupan gizi anak-anak, agar program unggulan ini tidak hanya menjadi wacana indah di atas kertas.