Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Inovasi Atasi Banjir: Sampah Jadi Mata Air, Lahan Hijau Penyelamat Negeri

13 September 2025   21:32 Diperbarui: 13 September 2025   21:32 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang terbuka hijau di Bunderan Cibiru Kota Bandung, Jawa Barat. | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Banjir telah menjadi masalah kronis yang terus menghantui banyak wilayah di Indonesia. Musim hujan selalu datang membawa kekhawatiran, dan banjir seakan menjadi tamu tak diundang yang merusak properti dan mengganggu aktivitas masyarakat. 

Di banyak tempat, termasuk Bali, baru-baru ini, Bandung Selatan seperti Dayeuh Kolot, Gede Bage di Kota Bandung bencana ini semakin sering terjadi dengan dampak yang semakin parah. Berita tentang genangan air yang melumpuhkan jalanan, merendam rumah, dan menyebabkan kerugian finansial bukan lagi hal baru. 

Fenomena ini memaksa kita untuk berpikir lebih keras, lebih kreatif, dan lebih proaktif. Solusi konvensional seperti membangun bendungan atau memperlebar sungai ternyata tidak cukup. Kita butuh inovasi, sebuah pendekatan holistik yang menyentuh akar permasalahan. 

Salah satu akar masalah terbesar adalah perilaku kita sendiri dalam mengelola lingkungan. Dua hal yang sering luput dari perhatian, namun memiliki peran krusial, adalah pengelolaan sampah dan alih fungsi lahan.

Banjir di Bali yang terjadi baru-baru ini adalah contoh nyata bagaimana masalah lingkungan yang terabaikan dapat berujung pada bencana. Pulau yang dikenal sebagai destinasi wisata dunia ini menghadapi tantangan serius. Hujan lebat selama beberapa jam saja sudah cukup untuk membuat beberapa titik vital di Bali terendam. 

Jalan-jalan utama tergenang, bahkan hingga ke area perkantoran dan perumahan. Penyebabnya beragam, mulai dari drainase yang tidak mampu menampung volume air, hingga yang paling mendasar yaitu tumpukan sampah yang menyumbat saluran air. 

Sampah-sampah plastik, botol, dan bungkus makanan yang dibuang sembarangan berakhir di parit dan sungai, membentuk bendungan-bendungan kecil yang menghalangi laju air. Akibatnya, air meluap dan membanjiri jalanan serta permukiman. 

Kejadian ini membuktikan bahwa banjir bukan hanya masalah geografis atau iklim, tetapi juga masalah kebiasaan. Jika kebiasaan membuang sampah sembarangan tidak diubah, bencana serupa akan terus berulang.

Kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan alam. Sebaliknya, kita harus mulai mengendalikan apa yang bisa kita kendalikan, sampah. Perubahan kecil dalam cara kita memperlakukan sampah dapat membawa dampak besar. 

Mengelola sampah tidak hanya berarti membuangnya ke tempat yang benar, tetapi juga memilah, mendaur ulang, dan bahkan menjadikannya bernilai ekonomi. Saat sampah yang didaur ulang menjadi produk baru, kita telah mengurangi volume sampah yang berpotensi menyumbat saluran air. 

Namun, lebih dari itu, kita juga bisa mengubah sampah menjadi "mata air" baru. Ini bukan hanya metafora, ini adalah kenyataan. Misalnya, sampah organik dapat diubah menjadi kompos yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah. Kompos ini dapat digunakan untuk menanam pohon, yang pada akhirnya akan membantu penyerapan air. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun