Kata orang, kini sangat sulit mencari orang yang empati kepada kesulitan di sekitar kita. Terlebih di tempat-tempat umum seperti transportasi, di mana setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing.Â
Di dalam bus, kereta, atau angkutan lainnya, tidak jarang kita melihat penumpang lansia, ibu hamil, atau orang yang membawa anak dibiarkan berdiri bergelantungan tanpa diberi ruang kursi.Â
Pemandangan ini seakan membenarkan anggapan bahwa empati telah memudar seiring berjalannya waktu.Â
Namun, saya yakin masih ada atau bahkan masih banyak orang yang memiliki hati empati, termasuk di transportasi umum.Â
Keyakinan ini bukan sekadar optimisme kosong, melainkan didasari oleh sebuah pengalaman pribadi yang indah dan tak terlupakan, sebuah kebaikan kecil di transportasi umum yang saya alami puluhan tahun lalu.Â
Pengalaman ini terus membekas di ingatan saya hingga saat ini dan saya yakin masih sangat relevan dengan zaman modern ini.
Perjalanan Penuh Sesak di Bus Legendaris
Kejadian ini terjadi sekitar 22 tahun yang lalu, tepatnya di tahun 2003. Waktu itu, saya dan istri sedang dalam perjalanan dari Bandung menuju Garut.Â
Istri saya saat itu sedang mengandung anak pertama kami, dengan usia kandungan sekitar enam hingga tujuh bulan.Â
Dari Bundaran Cibiru, Kota Bandung, kami naik bus Mios, bus legendaris yang melayani rute Bandung-Garut dan sebaliknya.Â
Bus Mios kala itu menjadi pilihan utama bagi banyak orang karena ongkosnya yang terjangkau, sangat pas di kantong kami yang saat itu masih berstatus pasangan muda.