Sekitar satu bulan lagi, petani jagung di Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, akan menyambut panen raya. Ini adalah saat yang dinanti-nanti setelah berbulan-bulan bekerja keras di ladang. Jagung yang mereka tanam selama dua bulan kini sudah berbuah biji muda, siap dipanen.
Namun, di balik euforia panen, ada harapan besar yang disematkan para petani kepada pemerintah. Mereka sangat berharap pemerintah bisa berperan besar selama masa panen ini.Â
Tujuannya agar harga jagung di tingkat petani bisa lebih stabil dan, yang terpenting, bisa memberikan keuntungan yang layak bagi mereka.
Harapan ini disuarakan oleh banyak petani, termasuk Suhendi (56), salah seorang petani yang menjadi representasi dari petani di Cimanggung, Sumedang. Suhendi dan rekan-rekannya tahu betul betapa pentingnya stabilitas harga untuk kelangsungan hidup mereka.
Panen Raya: Antara Harapan dan Kecemasan Petani
Panen raya adalah momen puncak bagi petani. Ini adalah hasil dari investasi waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Namun, bagi petani jagung di Sumedang, panen juga sering diiringi dengan kecemasan.
Kecemasan ini bukan tanpa alasan. Pengalaman menunjukkan bahwa saat produksi jagung melimpah, harga di pasaran seringkali anjlok. Petani pun terpaksa menjual hasil panen mereka dengan harga sangat rendah.
Situasi ini membuat kerja keras mereka terasa sia-sia. Keuntungan yang seharusnya didapat dari panen melimpah justru tergerus oleh harga yang tidak adil. Ini adalah lingkaran setan yang ingin mereka putus.
Maka dari itu, harapan akan borongan pemerintah menjadi sangat besar. Jika pemerintah mau membeli jagung mereka dalam jumlah besar, dengan harga yang sudah disepakati, itu akan sangat membantu.
Ini berarti petani punya kepastian. Mereka tidak perlu khawatir jagung mereka tidak laku atau harus dijual rugi kepada para tengkulak yang sering memanfaatkan situasi panen raya.
Borongan pemerintah bisa berfungsi sebagai "jaring pengaman." Ini akan melindungi petani dari gejolak harga pasar yang seringkali tidak bersahabat dengan mereka.