Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Membangun Integritas: Menyoroti Rangkap Jabatan Wamen dan Komisaris BUMN di Era Prabowo-Gibran

14 Juli 2025   21:24 Diperbarui: 14 Juli 2025   21:24 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transisi pemerintahan selalu membawa sorotan baru terhadap praktik-praktik kenegaraan. Salah satu isu yang kini hangat diperbincangkan di masa kepemimpinan Prabowo-Gibran adalah fenomena rangkap jabatan para wakil menteri (wamen) sebagai komisaris di berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Isu ini bukan hal baru, namun kembali mencuat karena informasinya ada sekitar 30 wamen yang akan menduduki posisi komisaris. Ini memicu diskusi publik yang luas mengenai etika, efektivitas, dan potensi konflik kepentingan.

Pemerintahan yang efektif dan akuntabel adalah pilar utama kemajuan bangsa. Ketika pejabat publik, terutama mereka yang berada di lingkaran eksekutif, juga menjabat di entitas bisnis negara, garis batas antara pelayanan publik dan kepentingan korporasi bisa menjadi kabur. 

Penting untuk memahami mengapa praktik ini menjadi sorotan dan apa implikasinya bagi tata kelola pemerintahan yang baik. Masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap pemerintah baru untuk mewujudkan janji-janji perubahan, dan salah satu caranya adalah dengan memastikan setiap posisi diisi oleh individu yang fokus pada satu tugas utama tanpa beban kepentingan ganda.

Transparansi dan akuntabilitas adalah fondasi bagi kepercayaan publik. Dalam konteks rangkap jabatan ini, masyarakat berhak mengetahui alasan di balik penunjukan, kriteria yang digunakan, serta langkah-langkah mitigasi untuk mencegah potensi masalah. 

Ini bukan sekadar isu teknis administrasi, melainkan cerminan komitmen pemerintah terhadap prinsip-prinsip tata kelola yang bersih dan berintegritas.

Memahami Fenomena Rangkap Jabatan: Antara Kebutuhan dan Potensi Risiko

Fenomena rangkap jabatan bukanlah hal yang asing dalam lanskap birokrasi dan korporasi di Indonesia. Dari satu sisi, argumen yang sering muncul adalah bahwa penempatan wamen sebagai komisaris BUMN dapat memperkuat koordinasi antara pemerintah sebagai pemilik kebijakan dan BUMN sebagai pelaksana bisnis. 

Diharapkan, dengan adanya wamen di jajaran komisaris, kebijakan pemerintah dapat diterjemahkan lebih cepat dan efektif ke dalam strategi bisnis BUMN. Selain itu, ada pandangan bahwa wamen memiliki pemahaman mendalam tentang visi pemerintah, yang bisa menjadi aset berharga dalam mengarahkan BUMN agar selaras dengan agenda pembangunan nasional.

Namun, di sisi lain, potensi risiko dari rangkap jabatan ini sangatlah besar. Konflik kepentingan menjadi kekhawatiran utama. Seorang wamen memiliki tugas pokok untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan di kementeriannya. 

Apabila ia juga menjadi komisaris di BUMN, ia bisa berada dalam posisi di mana keputusannya sebagai wamen dapat memengaruhi BUMN tempat ia menjabat, atau sebaliknya. Misalnya, kebijakan yang menguntungkan BUMN tersebut bisa saja diprioritaskan di atas kepentingan publik yang lebih luas. Ini menciptakan dilema etika yang serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun