Beberapa waktu lalu, publik Jawa Barat dihebohkan dengan keputusan Gubernur Dedi Mulyadi untuk mengubah nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al Ihsan di Bandung. Rumah sakit yang sudah dikenal luas dengan nama tersebut kini resmi menyandang nama baru yakni RSUD Welas Asih.Â
Keputusan ini sontak memicu beragam reaksi, dari dukungan hingga pertanyaan tajam tentang urgensi di balik perubahan identitas ini. Mengapa sebuah nama yang sudah melekat kuat perlu diganti? Dan yang terpenting, apakah langkah ini benar-benar akan berujung pada pelayanan optimal yang diharapkan masyarakat?
Pergantian nama sebuah institusi publik, apalagi rumah sakit, bukanlah perkara sepele. Nama sering kali membawa beban sejarah, nilai, dan persepsi yang sudah terbentuk di benak masyarakat. RSUD Al Ihsan sendiri telah lama dikenal sebagai salah satu rumah sakit rujukan di Bandung Raya, melayani ribuan warga dengan berbagai kebutuhan medis.Â
Nama "Al Ihsan" yang memiliki konotasi spiritual mendalam, sering dikaitkan dengan kebaikan, ketulusan, dan pengabdian. Lantas, apa yang mendorong Gubernur Dedi Mulyadi mengambil langkah berani ini?
Menurut Dedi Mulyadi, alasan utama di balik perubahan nama ini adalah untuk menciptakan citra baru yang lebih kedaerahan. Ia menyatakan bahwa nama "Welas Asih" akan "lebih dekat dengan kalimat-kalimat dan lebih bisa dipahami oleh masyarakat (Kompas.com, 2/7/2025).
Frasa "Welas Asih" sendiri dalam bahasa Sunda berarti belas kasih atau rasa sayang, sebuah nilai yang memang sangat familiar dan relevan dengan budaya lokal Jawa Barat. Harapannya, dengan nama yang lebih membumi ini, rumah sakit bisa terasa lebih dekat dan bersahabat bagi warga.
Namun, di sinilah pertanyaan krusial muncul yakni apakah sekadar pergantian nama, dari "Al Ihsan" yang bernilai spiritual-universal menjadi "Welas Asih" yang kental lokalitasnya, secara otomatis akan meningkatkan pelayanan?Â
Apakah masyarakat akan merasa lebih "terhubung" dan pelayanan akan serta-merta menjadi optimal hanya karena namanya berubah? Pertanyaan ini menjadi penting karena pada akhirnya, yang dibutuhkan masyarakat bukanlah sekadar nama, melainkan kualitas layanan kesehatan yang nyata.
Urgensi di Balik Nama: Antara Citra dan Harapan
Perubahan nama bisa jadi merupakan bagian dari strategi rebranding yang lebih besar. Dedi Mulyadi mungkin melihat bahwa nama "Al Ihsan" yang berkonotasi Islami, meski memiliki makna universal tentang kebaikan, mungkin kurang mewakili identitas budaya Sunda secara spesifik.Â
Dengan nama "Welas Asih", ia bisa jadi ingin menekankan aspek humanis dan kearifan lokal yang diharapkan dapat lebih mudah diterima dan diidentifikasi oleh seluruh lapisan masyarakat Jawa Barat, tanpa memandang latar belakang agama tertentu.