Pensiun seringkali dibayangkan sebagai masa untuk beristirahat, bersantai, atau sekadar menghabiskan waktu dengan keluarga. Namun, bagi sebagian orang, pensiun justru menjadi babak baru untuk mengembangkan diri, termasuk melalui hobi menulis. Ini bukan cuma tentang mengisi waktu luang, tapi juga tentang bagaimana hobi menulis tetap menghasilkan cuan di usia senja. Pena yang dulunya mungkin jarang terpegang, kini menjadi pena emas yang terus mengalirkan rezeki.
Saya melihat langsung bagaimana hal ini terjadi di sekitar saya. Contohnya, ada banyak sekali Ibu Bapak Guru yang tergabung dalam grup Guru Inspiratif, sebuah komunitas yang dikelola oleh sosok-sosok luar biasa seperti Ibu Indari, Ibu Sri, dan Ibu Leni. Saya sendiri adalah bagian dari grup ini. Di sana, anggotanya berjumlah ratusan, semuanya berprofesi sebagai guru dan dosen, yang sebagian besar sudah tidak muda lagi, bahkan banyak di antaranya adalah para pensiunan.
Grup ini adalah bukti nyata bahwa usia tidak menghalangi produktivitas. Anggota-anggotanya sangat aktif. Mereka tidak hanya menulis artikel atau cerpen biasa, tapi juga menulis buku. Banyak sekali buku yang lahir dari tangan-tangan mereka, dan itu bukan cuma karya fiksi atau non-fiksi biasa. Buku-buku ini seringkali berupa panduan, antologi pengalaman, atau materi ajar yang sangat relevan. Tentu saja, karya-karya ini mendatangkan cuan.
Penjualan buku-buku ini, baik cetak maupun e-book, menjadi salah satu sumber penghasilan tambahan yang signifikan bagi mereka. Ini membuktikan bahwa pengalaman dan ilmu yang terkumpul selama puluhan tahun mengajar, tidak hanya bisa dibagikan, tapi juga dihargai secara finansial. Mereka menunjukkan bahwa pensiun bukan akhir dari produktivitas, melainkan awal dari babak baru.
Di grup sebelah, yaitu grup WhatsApp PGRI Kota Bandung, pemandangannya tidak jauh berbeda. Anggota-anggotanya juga sangat aktif dalam menyebar karya tulisan. Banyak dari mereka adalah guru-guru yang sudah pensiun dari profesi mengajar di sekolah. Mereka terus berkarya, berbagi ilmu, dan yang paling menarik, karya-karya tulisan itu juga mendatangkan cuan bagi mereka.
Ini menunjukkan bahwa ada ekosistem pendukung yang kuat bagi para pensiunan penulis. Komunitas-komunitas seperti ini menyediakan wadah untuk berbagi ide, mendapatkan masukan, dan bahkan membantu dalam proses penerbitan atau pemasaran karya. Ini adalah kekuatan kolektif yang mendorong setiap individu untuk tetap produktif.
Tentu saja, fenomena ini tidak hanya terbatas pada komunitas guru atau dosen. Di ranah yang lebih luas, ada banyak sekali para penulis di platform seperti Kompasiana yang menjadi contoh nyata. Mereka adalah orang-orang yang sudah pensiun dari dunia kerja formal, dari berbagai profesi, tapi mereka masih aktif menulis dan dapat cuan.
Sebut saja Kompasianer Ayahanda Tjiptadinata dan Bunda di Australia. Mereka adalah pasangan suami istri yang sudah pensiun dan tinggal di luar negeri, tapi sangat produktif menulis tentang pengalaman hidup, inspirasi, dan banyak hal lainnya. Tulisan-tulisan mereka tidak hanya menghibur dan mendidik, tapi juga seringkali menjadi sumber penghasilan.
Ada juga Bapak Irwan Rinaldi Sikumbang, seorang penulis yang sangat produktif di Kompasiana. Beliau sudah pensiun, tapi tulisan-tulisannya selalu segar, informatif, dan punya banyak pembaca setia. Penghasilan dari menulis tentu menjadi bonus yang menyenangkan di masa pensiunnya.
Bapak Budi Susilo, Bapak Merza, dan Bapak Aki Hensa juga adalah contoh-contoh lain dari para pensiunan yang terus berkarya di Kompasiana. Mereka menulis dengan passion, berbagi pemikiran, pengalaman, dan ilmu. Dari aktivitas menulis ini, mereka bisa mendapatkan honor atau penghasilan lain, baik dari platform itu sendiri, tawaran menulis lepas, atau bahkan royalti buku.
Ini adalah bukti bahwa keahlian menulis, yang mungkin diasah selama puluhan tahun bekerja atau sebagai hobi sampingan, bisa menjadi aset berharga di masa pensiun. Pena bukan lagi sekadar alat tulis, tapi pena emas yang menghasilkan. Ini menunjukkan bahwa menulis adalah investasi jangka panjang untuk diri sendiri, baik dari segi kepuasan batin maupun finansial.
Masa pensiun dengan hobi menulis yang menghasilkan cuan juga punya banyak keuntungan lain. Pertama, ini menjaga otak tetap aktif dan berfungsi dengan baik. Menulis membutuhkan proses berpikir, merangkai kata, dan mengolah ide, yang semuanya sangat baik untuk kesehatan mental.
Kedua, ini memberikan rasa makna dan tujuan hidup. Setelah puluhan tahun berkarya di dunia formal, pensiun bisa terasa hampa bagi sebagian orang. Menulis dan menghasilkan karya yang dibaca banyak orang, serta mendapatkan penghasilan dari itu, memberikan perasaan dibutuhkan dan dihargai.
Ketiga, ini adalah cara yang fleksibel untuk mendapatkan penghasilan. Pensiunan tidak terikat jam kerja, tidak perlu pergi ke kantor. Mereka bisa menulis kapan saja dan di mana saja, sesuai dengan kenyamanan mereka. Ini adalah model pekerjaan yang ideal untuk usia senja, tanpa tekanan dan dengan kebebasan penuh.
Keempat, menulis bisa menjadi terapi. Banyak pensiunan yang menggunakan menulis sebagai wadah untuk mengekspresikan diri, berbagi pengalaman hidup, atau bahkan mengatasi kesepian. Ketika tulisan itu kemudian menghasilkan cuan, itu adalah bonus yang luar biasa, mengubah terapi menjadi rezeki.
Bagaimana cara para pensiunan ini bisa sukses? Kuncinya ada pada beberapa hal. Pertama, konsistensi. Mereka tidak menulis sesekali, tapi secara rutin. Kedua, pemilihan topik. Mereka menulis tentang hal-hal yang mereka kuasai atau passion mereka, seringkali berdasarkan pengalaman hidup yang kaya. Ketiga, adaptasi dengan teknologi. Banyak dari mereka yang belajar menggunakan platform digital, blog, atau media sosial untuk menyebarkan karya.
Mereka juga tidak takut untuk mempelajari hal baru. Mungkin awalnya mereka tidak terbiasa dengan menulis blog atau menerbitkan e-book, tapi semangat belajar mereka patut diacungi jempol. Mereka membuktikan bahwa usia tidak menjadi penghalang untuk menguasai teknologi baru demi tujuan yang lebih besar.
Ini adalah fenomena yang patut dicontoh. Masyarakat seringkali berpikir bahwa pensiun berarti berhenti total dari segala aktivitas produktif. Namun, para pensiunan penulis ini membuktikan sebaliknya. Mereka adalah inspirasi bagi banyak orang, baik yang masih muda maupun yang akan memasuki masa pensiun.
Pemerintah atau lembaga terkait juga bisa mengambil pelajaran dari fenomena ini. Program-program pelatihan menulis digital khusus untuk pensiunan, atau platform yang lebih ramah pengguna untuk mereka, bisa sangat membantu. Ini adalah potensi ekonomi kreatif yang besar dan belum sepenuhnya tergali.
Pada akhirnya, pena emas pensiunan ini bukan hanya tentang uang, tapi juga tentang kebahagiaan. Kebahagiaan karena bisa terus berkarya, kebahagiaan karena ilmu dan pengalaman mereka bermanfaat bagi orang lain, dan kebahagiaan karena tidak lagi khawatir soal penghasilan di masa tua. Ini adalah model pensiun yang ideal: aktif, bermanfaat, dan cuan.
Cerita-cerita dari grup Guru Inspiratif, PGRI Kota Bandung, dan para Kompasianer pensiunan ini adalah bukti nyata bahwa menulis adalah hobi dan passion yang tak lekang oleh waktu. Ia dapat terus memberikan kontribusi, baik materiil maupun spiritual, hingga di usia senja. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk tidak pernah berhenti belajar, berkarya, dan menemukan pena emas dalam diri masing-masing.
Maka, bagi siapa pun yang sudah atau akan pensiun, jika Anda memiliki sedikit saja ketertarikan pada dunia tulis-menulis, jangan ragu untuk mengasahnya. Peluang untuk mendapatkan cuan dari hobi ini sangat terbuka lebar. Pena Anda mungkin saja adalah pena emas yang selama ini tersembunyi, siap untuk menghasilkan rezeki dan kebahagiaan di usia senja.
Ini adalah sebuah paradigma baru tentang pensiun, di mana kemandirian finansial dan kebahagiaan batin dapat dicapai secara bersamaan melalui aktivitas yang dicintai. Pena Emas Pensiunan adalah simbol dari semangat tak terbatas, bukti bahwa usia hanyalah angka, dan bahwa karya serta cuan bisa terus mengalir hingga akhir hayat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI