Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengungkap Sisi Gelap Sirkus Taman Safari: Pelajaran Pahit Tentang HAM dan Kebutuhan Dialog

24 April 2025   13:28 Diperbarui: 24 April 2025   13:28 1703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Pemain sirkus. | Image by Pexels/Pedro Dias via Kompas.com

Namun, dalam proses pencarian dan perekrutan anak-anak ini, cara-cara yang dipakai ternyata sangat tidak benar. Bahkan, cara-cara tersebut bisa dikatakan tidak manusiawi sejak awal.

Kepada keluarga atau pihak yang bertanggung jawab atas anak-anak tersebut, mereka datang dengan janji-janji yang kelihatannya sangat baik. Mereka menjanjikan bahwa anak-anak yang diambil akan mendapatkan pendidikan yang layak.

Tidak hanya pendidikan, mereka juga menjanjikan kehidupan yang baik, sebuah masa depan yang cerah di dunia sirkus. Mereka bahkan menggunakan kata "adopsi" atau "pembinaan" untuk menggambarkan proses pengambilan anak ini, seolah-olah ini adalah tindakan yang mulia.

Tapi apa yang terjadi di balik janji manis itu sangatlah gelap dan menyedihkan. Ternyata, proses pengambilan anak ini melibatkan transaksi uang. Mereka membayar sejumlah uang kepada keluarga atau pihak ketiga.

Praktik membayar uang untuk mendapatkan anak ini sangat mengerikan. Ini seperti "membeli" manusia. Membeli manusia, dalam bentuk apa pun, adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang paling serius, mengingatkan pada praktik perbudakan.

Parahnya lagi, anak-anak yang menjadi korban praktik ini usianya masih sangat belia. Mereka baru berusia sekitar 5 sampai 7 tahun. Usia di mana anak-anak seharusnya dilindungi, diasuh penuh kasih sayang, dan diberi kesempatan untuk tumbuh kembang secara normal.

Anak-anak sekecil itu lalu dibawa pergi. Mereka dimasukkan ke dalam lingkungan sirkus untuk dilatih. Latihan keras di usia yang begitu muda, ditambah dengan kekerasan dan eksploitasi yang mereka alami, adalah perenggutan paksa hak-hak dasar mereka sebagai anak dan manusia.

Pengalaman pahit yang diceritakan para mantan pemain sirkus ini adalah pelajaran yang sangat penting tentang hak asasi manusia (HAM). Kita belajar bahwa pelanggaran HAM bisa terjadi di mana saja, bahkan di balik tirai sebuah pertunjukan yang tujuannya menghibur.

Pelajaran pahit lainnya adalah betapa rentannya anak-anak terhadap eksploitasi jika tidak ada pengawasan dan perlindungan yang memadai. Kasus ini menunjukkan bagaimana janji manis bisa menjadi kedok untuk kejahatan serius, seperti pembelian anak, yang merupakan bentuk perdagangan manusia.

Mengungkap kisah ini di Kementerian HAM adalah langkah awal yang krusial. Para korban telah menunjukkan keberanian luar biasa untuk bersuara, mencari keadilan atas martabat mereka yang dirampas dan masa kecil yang hilang.

Sekarang, setelah sisi gelap ini terungkap dan kita melihat pelajaran pahit tentang pelanggaran HAM yang terjadi, langkah selanjutnya menjadi sangat penting. Di sinilah muncul kebutuhan yang sangat mendesak akan dialog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun