Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Walimatus Safar Haji: Antara Tradisi, Gengsi, dan Kemampuan

16 April 2025   17:48 Diperbarui: 16 April 2025   17:48 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musafahah pada walimatus safar di SD Plus Al Ghifari Bandung. Calon jemaah haji Sjumiati, SE & Kusnandar, SE, M.M, Selasa (15/4/2025). | Dokpri/Jujun

Memaksakan diri untuk menggelar walimah mewah di luar batas kemampuan finansial justru berpotensi mengganggu alokasi dana yang seharusnya diprioritaskan untuk kelancaran ibadah haji. Lebih jauh lagi, hal ini dapat menjerumuskan calon jamaah ke dalam utang yang berkepanjangan, menciptakan beban pikiran dan mengurangi kekhusyukan dalam menjalankan rukun Islam yang mulia ini.

Bijaksana dalam mengelola keuangan pra-keberangkatan haji adalah cerminan pemahaman akan prioritas. Mengadakan syukuran keberangkatan tidak harus selalu identik dengan pesta besar dan hidangan berlimpah. Esensi dari berbagi kebahagiaan dan memohon doa restu dapat diwujudkan melalui cara yang lebih sederhana namun tetap bermakna. 

Misalnya, mengadakan acara silaturahmi kecil bersama keluarga inti dan tetangga terdekat, berbagi makanan sederhana, atau bahkan mengganti sebagian anggaran walimah dengan bersedekah kepada yang lebih membutuhkan. Tindakan ini tidak hanya meringankan beban finansial, tetapi juga memberikan nilai tambah spiritual dan sosial yang lebih besar.

Dengan mengedepankan kemampuan finansial sebagai pertimbangan utama, calon jamaah haji dapat berangkat ke Tanah Suci dengan hati yang lebih tenang dan fokus pada ibadah. Menghindari pemborosan dan utang demi sebuah tradisi yang seringkali dipengaruhi oleh gengsi akan membebaskan pikiran dari kekhawatiran duniawi. 

Pada akhirnya, haji yang mabrur adalah hasil dari ketenangan hati, kekhusyukan dalam beribadah, dan ketaatan dalam menjalankan perintah Allah, bukan ditentukan oleh seberapa meriah dan mewahnya walimatus safar yang diselenggarakan.

Kesimpulan

Memahami walimatus safar haji dalam konteks Indonesia saat ini menunjukkan adanya perpaduan antara tradisi luhur sebagai ungkapan syukur dan permohonan doa restu, dengan potensi distorsi akibat dorongan gengsi dan tekanan sosial yang seringkali mengabaikan kemampuan finansial calon jamaah. 

Oleh karena itu, penting untuk merefleksikan kembali esensi dari tradisi ini agar pelaksanaannya tetap selaras dengan tujuan utama, yaitu ibadah haji yang mabrur, tanpa memberatkan diri dengan tuntutan kemewahan yang tidak sesuai dengan kemampuan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun