Hanya dengan menciptakan kondisi yang layak dan manusiawi, lapas dapat berfungsi sebagai tempat pembinaan yang efektif dan berkontribusi pada keamanan masyarakat.
Tuntutan Bilik Asmara: Antara Hak dan Norma
Akar permasalahan yang memicu insiden di Lapas Kutacane bermula dari kondisi over kapasitas yang kronis. Lapas yang seharusnya menampung jumlah narapidana tertentu, kini terpaksa menampung jumlah yang jauh melebihi kapasitasnya.Â
Kondisi ini menciptakan lingkungan yang tidak kondusif, memicu ketegangan, dan menyulitkan pengawasan. Keterbatasan sumber daya semakin memperparah situasi, dengan kualitas dan kuantitas makanan yang tidak memadai, fasilitas sanitasi yang buruk, serta minimnya program pembinaan.Â
Narapidana merasa terabaikan, hak-hak mereka tidak terpenuhi, dan frustrasi pun mencapai puncaknya.
Tuntutan akan bilik asmara menjadi salah satu isu yang mencuat dari insiden ini, memicu perdebatan panjang antara hak dan norma. Pihak yang mendukung berpendapat bahwa bilik asmara adalah hak narapidana untuk menjaga hubungan keluarga dan memenuhi kebutuhan biologis.Â
Mereka berargumen bahwa pemenuhan hak ini dapat mengurangi tingkat stres dan frustrasi, serta mencegah pelanggaran seksual di dalam lapas. Sebaliknya, pihak yang menentang khawatir bahwa bilik asmara dapat menimbulkan masalah keamanan, melanggar norma-norma yang berlaku, dan memberikan kesan bahwa negara melegitimasi hubungan seksual di luar pernikahan.
Untuk mewujudkan lapas yang humanis, solusi komprehensif diperlukan. Mengatasi over kapasitas melalui percepatan proses hukum, penerapan alternatif pemidanaan, dan pembangunan lapas baru menjadi langkah awal.Â
Peningkatan kualitas hidup narapidana melalui penyediaan makanan yang layak, fasilitas sanitasi yang memadai, serta program kesehatan dan psikologis yang komprehensif, sangat penting.Â
Program pembinaan yang efektif, seperti pelatihan keterampilan, pendidikan, dan rehabilitasi, dapat membantu narapidana mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat.
Evaluasi kebijakan bilik asmara melalui kajian mendalam, dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial, dan budaya, menjadi langkah krusial. Penguatan sistem keamanan dan pengawasan di lapas, termasuk penggunaan teknologi, sangat penting untuk mencegah insiden serupa.Â