Setelah selesai memasak, waktunya Cici, Bu Kakatua, Tupi, Kupu-kupu, Kero membuat tumpeng dan menghiasinya. Tumpeng dibuat dengan cetakan bertingkat. Pada bagian puncak dan bawahnya dibuat dengan nasi merah. Sedangkan bagian dasar dibuat dengan nasi putih.
Dengan sabar Bu Kakatua memberi kesempatan kepada Cici dan teman-temannya untuk memasukkan nasi ke dalam cetakan.
"Nasinya ditekan yang kuat, biar tumpengnya kelihatan kuat juga," nasihat Bu Kakatua. Nasihat itu dilaksanakan oleh Cici dan teman-temannya. Silih berganti mereka memasukkan nasi merah dan putih ke dalam cetakan tumpeng.
"Ini sudah selesai, Bu Kakatua!" ucap Cici dan teman-temannya. Bu Cici pun membalik cetakan tumpeng yang telah terisi nasi merah dan nasi putih ke atas tambir besar. Beberapa saat, setelah cetakan tumpeng dibalik dan diketuk-ketuk pelan, tumpeng lepas dari cetakan dengan sempurna.
Mereka pun akhirnya menata sayuran, dan ingkung di atas tambir. Dengan suka cita mereka menata bareng. Oh iya, tambir itu sebelumnya sudah dilapisi dengan daun pisang dan pada pinggirnya dihiasi segitiga dari daun pisang yang ditempeli bendera kecil warna merah-putih.
***
Enam belas Agustus malam, di balai Hutan Merdeka. Suasana sangat meriah. Burung Hantu bersama panitia lomba tujuh belasan sibuk untuk penilaian lomba tumpeng Merdeka.
Juri pun sudah siap untuk menilai beberapa tumpeng dari seluruh kelompok yang lomba. Tiba-tiba saja ada suara berseru, "Permisi, kami dari kelompok Cantika mau protes. Kok banyak yang bikin tumpeng warna merah putih. Padahal kan kami tahunya hanya nasi biasa."
Rupanya Bu Serigala yang memprotes tumpeng-tumpeng yang dikumpulkan dan mau dinilai. Ada yang setuju, ada juga yang tidak. Mereka sudah hafal dengan sifat Bu Serigala yang tidak mau kalah dalam hal apapun.
"Maaf, Ibu-ibu dan peserta semua, kami dari panitia sudah menunjuk juri yang profesional. Merekalah yang memiliki wewenang untuk memberikan penilaian. Kami sudah sampaikan ketentuan umum lombanya kepada mereka," terang Burung Hantu.
"Tapi..."