"Kami panitia lomba tujuh belasan membagi ibu-ibu, remaja putri, dan anak-anak putri menjadi enam kelompok. Lomba berupa pembuatan tumpeng merdeka. Pelaksanaan tanggal enam belas Agustus. Penilaian enam belas Agustus malam."
Dari toa masjid Hutan Merdeka, terdengar suara Burung Hantu, ketua panitia lomba tujuh belasan.
"Daftar nama dan kelompok, kami pasang di pos ronda, balai dusun, dan serambi masjid. Ibu-ibu dan remaja putri bisa membacanya langsung di tempat tersebut," lanjut Burung Hantu.
Burung Hantu adalah pemuda yang terkenal aktif, kritis dan bijaksana. Di bawah pimpinannya, pemuda-pemuda di Hutan Merdeka menjadi sosok yang bertanggung jawab.
***
Di tiga tempat itu, beberapa ibu, remaja dan anak putri membaca nama dan kelompoknya. Selain itu, dipasang poster ketentuan lomba, diantaranya nasinya bukan nasi uduk, minimal ada tiga lauk, dan ada ingkung ayamnya.
Selepas itu, para ibu, remaja, dan anak putri berembug untuk menyiapkan bahan dan alat lomba tumpeng itu.
Kelompok Cici, kelinci putih, berkumpul di rumah Bu Kakatua.
"Nasi untuk tumpengnya biar sesuai dengan semangat Indonesia, sebaiknya pakai beras merah dan beras putih," ucap Bu Kakatua.
"Benar juga ya, Bu. Warna merah-putih itu simbol bendera Indonesia yang penuh keberanian dan kesucian niat para pahlawan dalam berjuang dulu," ucap Cici. Saat ini, Cici sudah duduk di kelas enam SD. Dia sudah tahu perjuangan para pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
"Kalau begitu, kita tanya ke anggota yang lain," ujar Bu Kakatua. "Kami setuju, Bu Kakatua. Pasti kita kerjakan tumpeng itu penuh semangat!" ucap Moni. Anggota lain seperti Tupi, Kupu-kupu dan Kero pun mengangguk.
"Saya urun beras merahnya, ya," ucap Bu Kakatua. "Saya urun beras putih, kebetulan nenek saya baru panen," ucap Kero, yang ternyata mewakili neneknya yang sudah terlalu sepuh untuk ikut lomba.
"Sayurannya biar kami yang membawa!" ucap Tupi, mewakili Kupu-kupu dan Moni yang sedari tadi berpikir untuk ikut membantu sayuran untuk lomba pembuatan tumpeng. Di sekitar rumah mereka memang banyak sayuran hijau. Sayuran itu tumbuh liar namun dirawat terus, hingga selalu subur dan bagus sayurannya.
"Aku bawa wortel sama daun seledri, ya!" ucap Cici. Semua anggota tersenyum, bahan sudah siap.
**
Tanggal enam belas Agustus, Cici dan teman-temannya ke rumah Bu Kakatua lagi. Mereka akan memasak dan membuat tumpeng secara bersama-sama.
Mereka meracik aneka bumbu dan sayuran yang akan dimasak. Ayam hutan untuk ingkung pun sudah dimasak. Aroma bau bumbu masakan tercium.
Semua sayuran yang selesai diracik, akhirnya dikukus. Rencananya sayuran itu akan dibuat sayur gudangan atau sayuran rebus dengan bumbu sambal parutan kelapa muda. Warga Hutan Merdeka menyebutnya sambel ungkus.
"Biar masakannya nggak kebanyakan minyak goreng. Lebih sehat," begitu terang Bu Kakatua. Beliau memang pintar memasak. Memasaknya pun tidak sembarangan. Harus masakan yang sehat.
Sementara untuk ingkung sudah dibumbui dan direbus. Pembuatannya agak lama karena memasaknya berupa ayam utuh.
Sedangkan untuk memasak nasi merah dan nasi putih, dilakukan oleh Tupi, Kupu-kupu, Kero, dan Cici. Mereka memasaknya tetap dipantau Bu Kakatua, agar nasinya tidak terlalu lembek atau terlalu keras.
Setelah selesai memasak, waktunya Cici, Bu Kakatua, Tupi, Kupu-kupu, Kero membuat tumpeng dan menghiasinya. Tumpeng dibuat dengan cetakan bertingkat. Pada bagian puncak dan bawahnya dibuat dengan nasi merah. Sedangkan bagian dasar dibuat dengan nasi putih.
Dengan sabar Bu Kakatua memberi kesempatan kepada Cici dan teman-temannya untuk memasukkan nasi ke dalam cetakan.
"Nasinya ditekan yang kuat, biar tumpengnya kelihatan kuat juga," nasihat Bu Kakatua. Nasihat itu dilaksanakan oleh Cici dan teman-temannya. Silih berganti mereka memasukkan nasi merah dan putih ke dalam cetakan tumpeng.
"Ini sudah selesai, Bu Kakatua!" ucap Cici dan teman-temannya. Bu Cici pun membalik cetakan tumpeng yang telah terisi nasi merah dan nasi putih ke atas tambir besar. Beberapa saat, setelah cetakan tumpeng dibalik dan diketuk-ketuk pelan, tumpeng lepas dari cetakan dengan sempurna.
Mereka pun akhirnya menata sayuran, dan ingkung di atas tambir. Dengan suka cita mereka menata bareng. Oh iya, tambir itu sebelumnya sudah dilapisi dengan daun pisang dan pada pinggirnya dihiasi segitiga dari daun pisang yang ditempeli bendera kecil warna merah-putih.
***
Enam belas Agustus malam, di balai Hutan Merdeka. Suasana sangat meriah. Burung Hantu bersama panitia lomba tujuh belasan sibuk untuk penilaian lomba tumpeng Merdeka.
Juri pun sudah siap untuk menilai beberapa tumpeng dari seluruh kelompok yang lomba. Tiba-tiba saja ada suara berseru, "Permisi, kami dari kelompok Cantika mau protes. Kok banyak yang bikin tumpeng warna merah putih. Padahal kan kami tahunya hanya nasi biasa."
Rupanya Bu Serigala yang memprotes tumpeng-tumpeng yang dikumpulkan dan mau dinilai. Ada yang setuju, ada juga yang tidak. Mereka sudah hafal dengan sifat Bu Serigala yang tidak mau kalah dalam hal apapun.
"Maaf, Ibu-ibu dan peserta semua, kami dari panitia sudah menunjuk juri yang profesional. Merekalah yang memiliki wewenang untuk memberikan penilaian. Kami sudah sampaikan ketentuan umum lombanya kepada mereka," terang Burung Hantu.
"Tapi..."
"Ini sudah malam, nggih. Kami persilakan para juri untuk menilai," ucap Burung Hantu. "Dan lagi, keputusan juri tidak bisa diganggu gugat," lanjut Burung Hantu.
***
"Setelah kami melakukan penilaian dengan beberapa kriteria, maka kami putuskan, juara ketiga diraih Kelompok Beauty. Juara kedua, Kelompok Manis. Juara pertama, Kelompok Cici!"
__
Branjang, 17 Agustus 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI