Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Nomine Best in Fiction Kompasiana Awards 2024 Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Bersama Guru di Embung Hutan Cantik

31 Mei 2025   17:09 Diperbarui: 31 Mei 2025   17:09 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dengan ChatGPT. Dokpri 

Tak terasa Cilo, si kancil yang cerdik, dan teman-temannya belajar di Sekolah Hutan Asri selama enam tahun. Hari-hari melelahkan karena harus banyak belajar dan mengulang materi pelajaran yang sudah didapatkan, kini terasa lebih ringan bagi Cilo dan teman-temannya.

Ujian Akhir Hutan Asri sudah terlaksana. Cilo dan teman-temannya masih menunggu hasil kelulusan. Di tengah-tengah penantian hasil ujian, Cilo dan Ibunya berbincang.

"Pengumuman masih agak lama. Bosen di rumah, Bu."

Ibu Cilo tersenyum. Beliau paham akan perasaan anaknya itu.

"Ya kalau bosen, kamu main bareng teman-teman kamu. Biar nggak suntuk di rumah."

"Nggak seru, Bu! Masa sekolah nggak ngajak piknik atau apa, gitu!" ucap Cilo dengan bibir dimajukan.

Ibu tertawa ringan karena wajah Cilo menjadi lucu. Menyadari kalau ditertawakan, Cilo jadi tambah cemberut.

"Nggak usah marah gitu, Cil! Sekarang kan sekolah dilarang mengadakan kegiatan seperti itu."

"Lah terus yang diperbolehkan itu apa?"

Ibu Cilo mengangkat bahunya, sembari membalikkan tubuhnya.

"Eh, Ibu...gimana kalau kita ngajak teman, orang tua sama guru ke Embung Hutan Cantik?"

"Mau ngapain?"

"Ya outbound saja. Kan seru kalau ada orang tua dan guru."

"Terus kegiatannya apa, Cil?"

"Ya permainan saja, Bu. Terus ada makan barengnya juga kalau sudah selesai acara."

Ibu Cilo mengangguk pelan. "Coba Ibu bicara dengan orang tua teman-temanmu dulu ya, Cil. Kalau setuju, baru nanti kita ajak ibu-bapak guru."

**

Seperti janji Ibu, orang tua Cilo dan teman-temannya membicarakan rencana untuk outbound. Ternyata sekolah lewat guru Cilo, Pak Burung Hantu, menolak rencana itu.

"Dengan berbagai pertimbangan, mohon maaf, kami menolak rencana ini, Ibu-Bapak."

Pak Burung Hantu mengatakan kalau sekolah atau guru-guru di Sekolah Hutan Asri dilarang untuk menerima hadiah dalam bentuk apapun. 

"Tentu Ibu-Bapak sudah mengetahui berita akhir-akhir ini kan? Alasan itulah yang membuat kami menolak rencana tadi," tegas Pak Burung Hantu.

"Iya, Pak. Kami paham. Tapi anak-anak kami menginginkan ada kegiatan bersama guru-guru di sini sebelum mereka lulus dari sekolah ini."

Pak Burung Hantu mengangguk pelan. Beliau paham sekali dengan keinginan murid-muridnya. Sementara orang tua dari muridnya menatap dengan harapan besar untuk anak-anak mereka.

"Begini saja, Ibu-Bapak, kita adakan kegiatan di sekitar embung tapi bukan untuk berpesta pora. Nggak perlu makan bersama. Anak-anak akan kami ajak untuk mengamati pemanfaatan air embung untuk wilayah sekitar."

***

Pada hari Minggu, sekitar pukul delapan, Cilo dan teman-temannya beserta orang tua mereka sudah siap di depan sekolah. Mereka akan berjalan bersama guru-guru ke arah embung. Cilo dan teman-temannya sangat senang. Impian mereka untuk menghabiskan waktu bersama guru bisa terwujud hari itu.

Setelah Pak Burung Hantu dan guru lainnya siap, mereka berangkat ke embung. Suasana alam di sekitar sangat hijau. Pohon rindang, sawah menghijau, sungai jernih.

"Tanaman-tanaman di sini bisa subur dan hijau karena memanfaatkan air dari embung Hutan Cantik, anak-anak," jelas Pak Burung Hantu saat Moni, si monyet teman Cilo terheran-heran dengan sawah yang menghijau itu.

"Oh begitu?"

Moni bercerita kalau sawah di desanya kering. "Memang kalau musim kemarau seperti ini, banyak sawah yang kering, Moni. Makanya kita harus jaga-jaga biar memiliki stok air untuk berbagai kebutuhan selama kemarau," jelas Pak Burung Hantu.

Moni, Cilo, dan teman-temannya menyimak penjelasan itu sambil terus berjalan. "Sebentar lagi kita akan sampai embung, anak-anak! Ingat baik-baik, kalian tidak boleh mendekat ke embung, apalagi melompat ke sana!" ucap Pak Burung Hantu.

Cilo, Moni dan teman-teman beserta orang tuanya semakin semangat untuk segera sampai embung. Embung itu berada di lahan yang lebih tinggi daripada lahan lainnya. Sekilas seperti kolam tapi sangat luas.

Setiba di embung, Cilo, Moni dan teman-temannya sangat takjub melihat pemandangan alam di sekitarnya. Air di embung pun cukup banyak.

"Pantas saja bisa digunakan untuk mengairi sawah," ucap Kero yang sedari tadi hanya bersenandung. Pak Burung Hantu tersenyum. "Itulah salah satu cara agar kebutuhan air bisa terpenuhi dan padi bisa tumbuh dengan baik, Kero dan semuanya," ucap Pak Burung Hantu dengan bijak.

"Wah, berarti di desaku harus ada embung seperti ini," ucap Moni pelan. Ibu Moni yang berada di belakangnya menepuk pundak Moni. "Kamu benar, Moni. Kita bisa usul kepada Ketua di desa kita."

___

Branjang, 30-31 Mei 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun