"Iya, Pak. Kami paham. Tapi anak-anak kami menginginkan ada kegiatan bersama guru-guru di sini sebelum mereka lulus dari sekolah ini."
Pak Burung Hantu mengangguk pelan. Beliau paham sekali dengan keinginan murid-muridnya. Sementara orang tua dari muridnya menatap dengan harapan besar untuk anak-anak mereka.
"Begini saja, Ibu-Bapak, kita adakan kegiatan di sekitar embung tapi bukan untuk berpesta pora. Nggak perlu makan bersama. Anak-anak akan kami ajak untuk mengamati pemanfaatan air embung untuk wilayah sekitar."
***
Pada hari Minggu, sekitar pukul delapan, Cilo dan teman-temannya beserta orang tua mereka sudah siap di depan sekolah. Mereka akan berjalan bersama guru-guru ke arah embung. Cilo dan teman-temannya sangat senang. Impian mereka untuk menghabiskan waktu bersama guru bisa terwujud hari itu.
Setelah Pak Burung Hantu dan guru lainnya siap, mereka berangkat ke embung. Suasana alam di sekitar sangat hijau. Pohon rindang, sawah menghijau, sungai jernih.
"Tanaman-tanaman di sini bisa subur dan hijau karena memanfaatkan air dari embung Hutan Cantik, anak-anak," jelas Pak Burung Hantu saat Moni, si monyet teman Cilo terheran-heran dengan sawah yang menghijau itu.
"Oh begitu?"
Moni bercerita kalau sawah di desanya kering. "Memang kalau musim kemarau seperti ini, banyak sawah yang kering, Moni. Makanya kita harus jaga-jaga biar memiliki stok air untuk berbagai kebutuhan selama kemarau," jelas Pak Burung Hantu.
Moni, Cilo, dan teman-temannya menyimak penjelasan itu sambil terus berjalan. "Sebentar lagi kita akan sampai embung, anak-anak! Ingat baik-baik, kalian tidak boleh mendekat ke embung, apalagi melompat ke sana!" ucap Pak Burung Hantu.
Cilo, Moni dan teman-teman beserta orang tuanya semakin semangat untuk segera sampai embung. Embung itu berada di lahan yang lebih tinggi daripada lahan lainnya. Sekilas seperti kolam tapi sangat luas.